-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Bentrok Hingga Dua Petani Meninggal, Begini Kronologi Lahan Menurut Petani Pagar Batu

    Redaksi
    23 Maret 2020, 00:59 WIB Last Updated 2020-11-27T08:19:54Z
    Banner IDwebhost

    Warga Pagar Batu aksi di depan kantor Bupati Lahat beberapa waktu lalu | Foto: beritasebelas.com


    INDOSATU.ID | Kematian dua orang petani Desa Pagar Batu saat bentrok dengan pihak perusahaan PT. Arta Prigel menyisakan pilu yang begitu dalam bagi petani Desa Pagar Batu, Lahat, Sumatera Selatan.



    Dua diantara mereka terpaksa kehilangan nyawa karena merebut kembali lahan yang pernah diduduki.



    Menurut info yang dikutip dari kliktodaynews.com menyebutkan kalau konflik itu bermula pada tahun 1993.

     

     

    Baca Juga:  Siswa SMP HKBP Sidikalang Tewas Setelah Berkelahi



    Pada waktu itu perusahaan datang membuka perkebunan kelapa sawit di Desa Pagar Batu, adapun alas penggunaan lahan oleh PT. Arta Prigel ialah ijin lokasi dari pemerintah, namun tidak disebutkan pemerintah kabupaten atau provinsi.



    Perusahaan kelapa sawit itu diduga mencaplok lahan milik warga petani dengan luas sekitar 180 Ha. Sementara pada saat itu lahan tersebut telah ditanami karet, kopi dan sayur-sayuran oleh petani.



    Tahun 1994 pihak perusahaan menanami sawit di lahan tersebut tanpa ada perlawanan dari petani karena dikawal oleh aparat (ABRI saat itu). Ketika orde baru selesai, petani mulai berani bersuara untuk merebut kembali lahan yang pernah diduduki mereka tersebut.

     

     

    Baca Juga:  Perang Antar Suku di Adonara NTT Tewaskan 6 Orang, Karena Masalah Sengketa Lahan



    Pada tahun 2006 para warga petani kecewa karena Perusahaan mendapat kembali Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2000 hektar di desa itu. Mereka kecewa karena HGU tersebut mencaplok lahan 180 Ha yang disuarakan petani sebagai milik mereka.



    Pada tahun 2018, Forum Pemuda Pemudi Pagar Batu (FPPPB) melakukan perlawanan karena tanah sumber kehidupan mereka telah lama diambil oleh perusahaan. Perjuangan panjang FPPPB berhasil mengorganisir warga petani desa dengan membentuk Gerakan Tani Pagar Batu (GTPB).



    Mereka pun melakukan aksi protes memperjuangkan hak tanahnya, mulai dari kantor Desa, Camat, Bupati hingga Gubernur. Bahkan telah berkali-kali menggeruduk kantor BPN.

     

     

    Baca Juga:  MAS Bunuh Isra Rabbani dan Larikan Sepeda Motornya Karena Dendam



    Karena konflik yang berkepanjangan itu tak kunjung usai, Gubernur Sumatera Selatan mengeluarkan rekomendasi agar Bupati Lahat segera menyelesaikan konflik tersebut.



    Berdasarkan surat dari Gubernur Sumatera Selatan, Bupati Lahat membentuk Tim 9 untuk menyelesaikan konflik tanah tersebut. Tim 9 sudah melakukan verifikasi lahan, namun berhenti ditengah jalan dan tidak ada keputusan. Akibatnya petani kembali melakukan aksi menduduki lahan (okupasi).



    Aksi para petani Desa Pagar Batu mendapat dukungan dari Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS). Konflik ini pun ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Selatan.

     

     

    Baca Juga:  Dua Warga Pagar Batu Meninggal Akibat Bentok Dengan Security PT. Arta Prigel



    Sempat terjadi pertemuan (audiensi) antara petani dan Bupati Lahat. Bupati Lahat pun memanggil pihak perusahaan pada 1 maret 2020. Namun pihak perusahaan bersikukuh tidak ingin melepas lahan seluas 180 Ha tersebut.



    Masih dalam proses penyelesaian yang sedang terjadi, pihak perusahaan berkali-kali mengirim security dan polisi untuk mengusir petani dari lahan yang diduduki. Untuk kejadian kali ini adalah yang keempat kalinya.



    Pada 6 maret 2020, pihak security perusahaan dan aparat kepolisian berjumlah 50 orang mendatangi masyarakat dan mengusir masyarakat dari lahan yang berkonflik itu. Saat itu pihak perusahaan memilih mundur dan bentrok tidak terjadi.

     

     

    Baca Juga:  Bekerja di Rumah Makan, Pemuda Medan ini Tebas Leher Sopir Hingga Tewas



    Security perusahaan bersama aparat kepolisian kembali mendatangi masyarakat pada 19 maret 2020, pada saat itu terjadi perdebatan dan adu argumen, pihak perusahaan pun mundur dan tidak ada terjadi bentrok.



    Akibat bentok yang menewaskan dua orang petani, Ketua Serikat Tani Nasional (STN) Provinsi Sumatera Selatan, Muhammad Asri sangat menyesalkan kejadian itu. Dirinya mendesak pihak kepolisian segera mengusut tuntas kejadian tersebut.



    “Kami mengecam tindakan perusahaan dan aparat keamanan yang menyebabkan tewasnya dua orang petani itu,” ujar Asri melalui siaran pers. Sabtu (21/3/2020) malam.

     

     

    Baca Juga:  Belum Diketahui Motifnya, Seorang Oknum Polisi Lompat dari Jembatan Layang Simpang Pos



    Dirinya juga mendesak Pemerintah Provinsi Sumsel turun tangan menyelesaikan konflik agraria ini lewat skema reforma agraria sesuai mandat pasal 33 UUD 1945.



    Direktur Lingkar Rumah Rakyat Indonesia, Rudi Samosir juga mengutuk keras tindakan kekerasan yang dilakukan oknum yang mengaku pihak perusahaan karena menghilangkan nyawa. Minggu (22/3/2020)

     

     

    Baca Juga: Jokowi Pimpin Rapat Terbatas Bersama Gubernur Sumut dan Walikota Bahas Penyelesaian Sengketa Lahan di Sumut



    “Jika benar ada aparat kepolisian di lokasi kejadian tersebut, perlu diperiksa SOP pengamanannya, kok bisa ada kejadian hingga tewas. Tapi ada oknum polisi bersenjata lengkap dilokasi kejadian, harusnya bisa meredam. Kita minta ditangkap oknum security dan preman bayaran itu jika benar ini terlibat sebagai pelakunya” tegasnya,



    Hingga berita ini diterbitkan kliktodaynews.com, belum ada keterangan resmi dari pihak PT. Arta PrigeL dan Kapolres Lahat.




    Sumber: kliktodaynews.com
    Editor: Redaksi

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini