Oleh: Fauzan Azmi
Indonesia memiliki sekitar 267 juta jiwa penduduk saat ini, bahkan diprediksi sampai 319 juta jiwa pada 2045 meningkat sekitar 52 juta jiwa. Dengan jumlah yang begitu besar diiringi dengan permasalah begitu kompleks, maka tidak heran dari banyaknya permasalahan yang dihadapi Negara ini salah satunya adalah “Korupsi (Corruption)”.
Dihimpun dari Country Currption Index yang diterbitkan Transparency International dalam tiga tahun berturut-turut yakni 1999, 2000 dan 2001, Indonesia masuk lima besar Negara terparah korupsi dari sekitar 95 negara di dunia yang didata. Pada tahun 2019 yang lalu, dari 180 negara, Indonesia masuk di urutan ke 85.
Dari terbitan Transparency International Indonesia menunjukan arah perubahan dalam penangan korupsi dimulai dari pengungkapan kasus korupsi oleh lembaga antirasuah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang didirikan pada tahun 2002.
Beberapa kasus mega korupsi yang pernah di bongkar KPK mulai dari korupsi yang dilakukan Bupati Kotawaringin Timur yang merugikan Negara sekitar Rp 5,8 Triliun dan 711 ribu dollar AS. Kasus BLBI merugikan Negara sekitar Rp. 3,7 Triliun. Kasus E-KTP oleh Setya Novanto yang dugaannya memiliki kamar tahanan mewah dengan total kerugian Negara diperkirakan Rp 2,3 Triliun. Ada juga kasus korupsi Bupati Labuhanbatu H. Pangonal Harahap yang merugikan Negara sekitar Rp 42 Milyar.
Baca Juga: Filsafat Teknologi di Era Pasca Industri 4.0, Permasalahan & Solusi || Prof. Marlian Simanjuntak
Dari sekian banyak kasus korupsi yang diungkap KPK ada “garis keras” yang harus diselesaikan sampai tuntas, misalnya kasus mega korupsi BLBI yang masih molor.
Bagaimana kalau kita linearkan dalam hal pembangunan nasional?. Polemik Negara kita saja yang sekarang berkembang di masyarakat walaupun mulai redup dibincangkan karena semua fokus terhadap penangan pandemic covid-19, yakni pantaskah Indonesia memegang predikat Negara maju?, ini saja belum duduk.
Walaupun begitu, dalam hal Negara maju atau Negara berkembang itu hubungannya ke perdagangan dan menyinggung juga terhadap kemajuan infrastuktur pembangun nasional dalam hal ini bagaimana wajah pembangunan Nasional dalam rantai kasus kasus mega korupsi.
Secara umum, visi Indonesia maju dalam strategi pembangunan nasional perlu akselerasi pencapaian yang dituju dengan pondasi yang kokoh, dalam hal niatan Presiden Jokowi membawa nahkoda kapal Indonesia.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, dikutip dari Bappenas memprioritaskan pembangunan Nasional meliputi isu ketahanan ekonomi, revolusi mental, dan lingkungan hidup. Akan tetapi, apakah pembangunan Nasional ini berjalan dengan baik dan tepat pada sasaran?.
Pada triwulan I tahun 2020 yang diharapkan pembangunan Nasional berjalan baik malah kita dihadapkan dengan pandemic covid-19 untuk mengambil keputusan.
Dalam percepatan penanganan covid-19 ini saja kita duga terkesan lama dan kurang tanggap. Terlihat dalam mengambil keputusan untuk memutus rantai penyebaran covid-19 dengan situasi perekonomian semakin betah di posisi merah, padahal kalau saja penangan covid-19 ini cepat selesai maka perekonomian stabil kembali dan tentunya pembangunan nasional kembali berjalan.
Profil Penulis: Fauzan Azmi | Lahir di Labuhanbatu | Mahasiswa di IAIN Padangsidimpuan | Organisasi di DKC Labuhanbatu, PC JPRMI Panai Tengah, PC IPM LabuhanBilik, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah | fauzanazmi843@gmail.com)
Catatan Penting: isi tulisan tidak menjadi tanggungjawab media, penulis bertanggungjawab penuh atas isi tulisannya.