INDOSATU.ID | Banjir bandang yang terjadi pada Kamis, 13 Mei 2021 di kota wisata Parapat kabupaten Simalungun menyisakan kesedihan sekaligus citra buruk bagi wisatawan.
Banjir yang terjadi di desa Sibaganding kecamatan Girsang Sipangan Bolon itu diduga kuat berkaitan dengan penebangan hutan yang ugal-ugalan.
Peristiwa ini pun direspon organisasi gereja kesukuan terbesar di Indonesia, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Dalam pernyataan sikap tersebut, HKBP mendesak pemerintah pusat, daerah, dan swasta mengambil tindakan konkrit demi menyelamatkan hutan disekitar Danau Toba. Jumat (14/5/2021)
Baca Juga: Togu Simorangkir, Cicit Sisingamangaraja ini Akan Jalan Kaki dari Porsea Ke Jakarta Demi Tutup TPL
HKBP juga meminta pemerintah untuk kembali mengkaji kebijakan yang spesifik untuk menghentikan laju deforestasi (penghilangan hutan).
Selain itu, pemerintah juga dipandang penting memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang perusak lingkungan hidup sesuai undang-undang yang berlaku.
Juga berharap pemerintah dapat mengembalikan fungsi hutan disekitar Danau Toba yang bersahabat serta kelangsungan hidup flora, fauna, dan kesejahteraan masyarakat sekitar Danau Toba.
Menurut investigasi yang dilakukan HKBP melalui KGM (Komite Gereja dan Masyarakat) banjir bandang sangat erat kaitannya dengan penebangan pohon hutan di Sitahoan dan di Sibatuloting
Baca Juga: Pemuda Batak Bersatu Namorambe Turut Jaga Kondusifitas Sholat Ied dan Idul Fitri
Di Sualan sampai Tanjung Dolok kecamatan Parapat, terdapat aliran sungai yang mana sumber airnya berasal dari Sitahoan dan Sibatuloting.
Pada musim penghujan dengan debit air yang cukup tinggi, sungai-sungai kecil disekitar akan meluap dan membawa lumpur dan batuan yang sangat mengancam.
Berdasarkan topografi Danau Toba yang merupakan danau vulkanik dimana tersusun dari bebatuan dan pasir dinilai sangat berpotensi bencana alam bila kegiatan deforestasi yang ugal-ugalan.
Penulis: Lian
Editor: Redaktur