ilustrasi unjuk rasa | Foto : internet |
Jakarta - INDOSATU.ID | Maraknya aksi demontrasi massa turun ke jalan yang dilakukan organisasi tertentu di berbagai daerah belakangan ini cenderung sudah sangat mengkhawatirkan.
Sehingga aktifitas itu dapat mengganggu ketertiban umum dan stabilitas keamanan.
Apalagi dilakukan dengan menutup jalan raya, sangat mengganggu aktifitas masyarakat umum.
Pernyataan itu disampaikan Azmi Hidzaqi, Kordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) saat dihubungi Indosatu Network, menanggapi tewasnya seorang pendemo di Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu (16/2/2022) malam.
Ia menyebutkan aksi seperti itu tidak mencerminkan jati diri warga Indonesia yang santun dan agamais.
"Oleh karena itu kami menilai aksi demonstrasi seperti itu tidak mencerminkan jati diri masyarakat Indonesia yang santun dan agamis," ujar Azmi.
"Bahwa menyampaikan aspirasi memang diperbolehkan dan dilindungi konstitusi, namun aksi yang dilakukan jangan malah merugikan dan mengganggu ketertiban umum," ujarnya lagi.
Menurutnya, aksi unjuk rasa telah diatur dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, dengan demikian masyarakat perlu terlebih dahulu memahami peraturan UU tersebut.
"Demo sudah diatur dengan undang-undang, maka patuhilah aturan itu sesuai Undang-undang. Berdasarkan Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998, disebutkan warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa," jelas Azmi.
Berdasarkan peraturan-peraturan itu, dirinya mengatakan harus ditaati oleh masyarakat.
Dirinya menilai informasi berita yang tidak objektif dan tendensius yang berisi opini di beberapa media dapat merugikan pihak Kepolisian, sementara menurutnya pihak Kepolisian telah berjibaku mengamankan massa yang diperkirakan ribuan itu.
"Kami menilai banyak berita yang tidak objektif dan cendrung tendensius beredar saat ini di jagat maya, sehingga opini yang berkembang sangat merugikan pihak Kepolisian daerah Sulteng terkait insiden tewasnya pendemo di Sulteng," jelas Azmi lagi.
"Aksi demontrasi yang dilakukan oleh ribuan massa dengan cara melakukan pemblokiran jalan trans Sulawesi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan oleh undang-undang, sehingga upaya aparat keamanan dalam melakukan pembubaran paksa ribuan massa sudah tepat," tambahnya.
Azmi Hidzaqi | Foto : istimewa |
Pada saat pembubaran massa tersebut, naas seorang pemuda 21 tahun meninggal dunia, Azmi menilai pihak Kepolisian telah melakukan tindakan sesuai prosedur, namun tewasnya pendemo bukan unsur kesengajaan.
"Kami sangat menyayangkan adanya narasi dan framing yang beredar seputar insiden tewasnya pendemo, apalagi desakan agar Irjen Pol Rudy Sufahriadi dicopot dari jabatan Kapolda Sulteng," tuturnya.
Ia menduga peristiwa naas tersebut dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menggulingkan Kapolda Sulteng dari jabatannya.
"Ini kan bentuk politisasi, yang dilakukan kelompok tertentu untuk memanfaatkan situasi. Dengan desakan dan pendapat seperti itu dikhawatirkan disusupi oleh kepentingan tertentu yang sengaja bermain untuk menggoreng issu yang pada akhirnya melakukan pembusukan karakter," tuturnya lagi.
Masih menurut Azmi, penggantian jabatan Kapolda menjadi wewenang Kapolri sebagai pimpinan tertinggi di Kepolisian, bukan tentang suka atau tidak suka dari masyarakat dan pihak tertentu.
"Bahwa pencopotan Kapolda merupakan penilaian dan kewenangan pimpinan Polri, bukan berdasarkan desakan atau tuntutan dari massa yang dengan menilai like or dislike pejabat kepolisian daerah. Kami menilai personel Polisi sudah melakukan pengamanan aksi unjuk rasa sesuai SOP," ucapnya.
BACA JUGA : Seorang Personel Polisi Meninggal Dunia Saat Melakukan Pengamanan Pada Pertandingan Bola
"Selain itu juga upaya preventif polisi sudah dilakukan agar hal seperti itu tidak terjadi. Oleh karena itu maka dengan adanya desakan menuntut mundur Kapolda merupakan salah satu bentuk politisasi," ucapnya lagi.
Dari informasi yang diperoleh indosatu, bahwa Kapolres Parigi Moutong (Parimo) AKBP. Yudi Arto Wiyono didampingi Dirintelkam Polda Sulteng Kombes Pol. Anggara Nasution telah mendatangi rumah korban secara langsung pada Minggu 13 Februari lalu.
Kedatangan pejabat utama Polda Sulteng itu sebagai bentuk perhatian, rasa prihatin dan turut merasakan dukacita keluarga Alm. Faldi alias Aldi (21) yang menjadi korban.
Kapolda Sulteng pun berjanji akan mengusut perkara peristiwa itu secara professional, terbuka dan transparan.
Azmi pun meminta agar publik bersabar dengan proses pengusutan itu, dan meminta agar jangan ada lagi narasi yang menyudutkan pihak Kepolisian sebagai lembaga yang memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat.
"Sebagai lembaga yang diakui negara sebagai pemberi keamanan dan ketertiban masyarakat, kami harap tidak ada narasi-narasi yang menyudutkan Polri, mari sama-sama kita ikuti pengusutan yang dilakukan pihak Polri," tutupnya.
Editor : Lian
Penulis : Humas LAKSI