Pidin Charles Oteh |
Oleh: Pidin Charles Oteh
Wartawan atau jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Pengertian jurnalisme dalam konsep media, berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar ,media online dan lainya Profesi ini mengabdi dan bertanggung jawab kepada khalayak umum.
Dalam prakteknya kuli tinta ini di lindungi UU nomor 40 tahun 1999 dan seorang kuli tinta harus memiliki kode etik atau tata krama kepada Nara sumber sesuai pasal 7 ayat (2) UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Wartawan adalah profesi yang memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik.artinya seorang wartawan wajib sopan santun.
Namun sayang aturan ini hanya untuk wartawan tidak ada kewajiban Nara sumber untuk berlaku sopan santun atau kode etik moral saat bertemu wartawan .Sehingga dalam prakteknya jurnalis ini sering di salahkan.
Miris lagi narasumber kadang alergi juga berprasangka tidak baik saat di datangi wartawan kondisi ini bisa melahirkan tindak kekerasan dan sudah tidak terhitung para kuli tinta korban karena kondisi ini.Lebih tragisnya lagi penerapan hukumnya jarang menggunakan UU 40 tahun 1999 melainkan hukum pidana biasa (KUHP).
Penulis tidak ingin melebarkan pembicaraan tentang resiko menjadi seorang jurnalis dan suka dukanya namun kita kerucutkan pembicaraan kepada kondisi wartawan di Bumi Serepat Serasan saat ini dan kemarin.
Kita bernapas tilas saat berdiri DOB PALI tahun 2013 jumlah wartawan ada di zona 2 Muara Enim saat itu sekitar 4 sampai 5 orang. Setelah berdirinya Kabupaten PALI jumlahnya bertambah berlipat lipat dan sampai saat ini jumlah wartawan di PALI lebih kurang 150 orang lebih, baik wartawan profesional maupun amatiran.
Kehadiran para wartawan ini telah memberikan kontribusi nyata kepada Pemda PALI karena profesi ini sudah memberikan informasi berupa pemberitaan pembangunan maupun kritisi pembangunan kepada Pemda PALI dan informasi kepada masyarakat Kabupaten PALI.
Sebagai konsekuensi dari kehadiran profesi ini Pemda PALI di taksir mengeluarkan anggaran skitar 1 miliar pertahun (asumsi penulis ) untuk perusahaan pers dan wartawan. Asumsi angka tersebut karena tidak ada catatan Pemda PALI spesifik terkait belanja publikasi ..
Dengan mengeluarkan anggaran lebih kurang 0,2 persen dari APBD PALI sekitar 1,3 trilun pertahun atau lebih kurang 1 Miliar lebih. Pemda PALI mendapat publikasi kegiatan pembangunan secara berkali, baik pencitraan pemerintah maupun keberhasilan pembangunan lainya.
Adalah tidak berlebihan asumsi penulis memprediksi wartawan yang bertugas di PALI mendapat imbalan dari karya mereka mempublikasikan kegiatan Pemda PALI sekitar 10 sampai 15 juta pertahun setiap wartawan yang medianya kerjasama dengan Pemda PALI dana sebesar itu setelah berbagi dengan pemilik media.
Dari imbalan yang mereka dapat jelas belum cukup dikatakan kalau Pemda PALI telah memanusiawikan para pelaku jurnalis apalagi kondisi pasca pandemi ini. Ironisnya lagi Pemda PALI kadang telat membayar adventorial kepada wartawan bahkan tidak di bayar sama sekali dengan berbagai alasan.
Insan pers adalah manusia biasa yang juga butuh kesejahteraan buruh perhatian dari mitra mereka agar dalam bekerja maksimal menginformasikan pembangunan kepada masyarakat.
Yang lebih memprihatinkan lagi organisasi profesi wartawan yang idealnya melindungi dan memperjuangkan nasib para pelaku media namun di tahun ke 9 ini belum memperlihatkan upaya nyata dalam meningkat kesejahteraan para kuli tinta ini.
Dari uraian di atas penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa Pemda PALI berupaya mengerdilkan profesi jurnalis namun menyambut Idhul Fitri ini kita jadikan omen instrokpeksi diri masing-masing untuk kemajuan Kabupaten ini.
Terakhir pameo bilang jangan kita tanyakan apa yang negara berikan kepada mu tetapi tanyakanlah apa yang dapat kamu berikan kepada negara mu, semoga pameo tidak basi seiring cita-cita pendiri bangsa ini untuk kesejahteraan bersama tercapai.
(Penulis merupakan pelaku jurnalistik di Kabupaten PALI, Sumatera Selatan).