Jakarta, INDOSATU.ID - Tiga orang wartawan yang menggugat Undang-undang (UU) Pers ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Tiga orang yang menggugat UU Pers, yaitu: Heintje Grontson Mandagie, Soegiharto Santoso, dan Hans Kawengian pada 12 Agustus 2021 lalu.
Mereka bertiga menyebutkan diri sebagai anggota Dewan Pers Indonesia (DPI).
Merespon gugatan itu, MK menolak gugatan UU Pers yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Rabu (31/8/2022).
Pada sidang gugatan tersebut, hakim konstitusi berpendapat, permohonan yang diajukan para pemohon tak beralasan menurut hukum.
Penolakan itu tertuang dalam amar putusan perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan di Jakarta, Rabu (31/8/2022), dikutip dari berita Antara.
Dewan Pers bersama Kuasa Hukum dan Perwakilan Konstituen serta Kuasa Hukum Konstituen hadir dalam agenda Sidang Judicial Review Kasus Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Uji Materi terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers pada Rabu (26/01/2022) yang digelar secara daring.
Agenda sidang tersebut adalah mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan mendengarkan para Saksi dari Pihak Penggugat. Rekaman persidangan kasus Nomor JR 38/PUU-XIX/2021 bisa disaksikan di Youtube Channel Mahkamah Konstitusi.
Pada kesempatan itu, penasehat hukum Dewan Pers, Wina Armada SH, mengapresiasi semua pihak atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak semua gugatan uji materiil UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Ia berpendapat, keputusan MK itu bernilai positif bagi demokrasi di tanah air.
“Ini kemenangan bersama masyarakat pers. Keputusan MK itu merupakan kemenangan semua pihak di dunia pers dan masyarakat yang cinta demokrasi. Ini bukan hanya kemenangan Dewan Pers,” tutur Wina Armada saat jumpa pers tentang keputusan MK soal uji materiil UU Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Dilansir dari laman Dewan Pers, Mahkamah Konstitusi tolak gugatan judicial review UU Pers, khususnya gugatan terhadap Pasal 15 Ayat 2-f, dan Pasal 15 Ayat (5).
Usai putusan MK tersebut dibacakan, Rabu siang 31 Agustus 2022, Agung Dharmajaya selaku Wakil Ketua Dewan Pers menegaskan bahwa penolakan dari Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan tersebut, lantaran tak memiliki dasar hukum.
Yang juga turut diucapkan oleh Wina Armada Sukardi selaku Koordinator Advokasi Dewan Pers, bahwa Undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tersebut, tidaklah bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, khususnya pada Pasal 28.
Dan jelas tak sejalan dengan argumentasi dari Penggugat Judicial Review, dimana dikatakan oleh Penggugat bahwa Pasal 15 ayat 2(f) pada UU tersebut, merupakan bentuk monopoli dari Dewan Pers.
“Dewan Pers itu sangat jelas, struktur terdiri dari perwakilan masyarakat, perwakilan Organisasi Pers dan perwakilan dari Organisasi Perusahan Pers,” tegas Wina.
Wina menguraikan, bahwa dalam keputusannya, Hakim Mahkamah Konstitusi telah mempertimbangkan faktor sejarah lahirnya Pers di Indonesia.
Maka lebih lanjut dirinya menambahkan, sesuai dengan yang disampaikan oleh MK, bahwa kemerdekaan Pers harus dijaga, karena merupakan pencerminan dari kedaulatan rakyat.
“Ini merupakan kemenangan bagi insan Pers yang mendukung kemerdekaan Pers, dan Undang-undang nomor 40 Tahun 1999 merupakan tonggak demokrasi Indonesia,” urainya.
Sementara Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya menyampaikan, bahwa Pasal-Pasal yang ada di dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999, yang berkaitan dengan pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), yang dilaksanakan oleh lembaga uji resmi oleh Dewan Pers, dinyatakan sah pelaksanaannya.
“Dengan keputusan MK maka secara tegas mengatakan jika pelaksanaan UKW oleh lembaga uji yang dinyatakan oleh Dewan Pers adalah sah secara hukum,” tutupnya. (Red)