Foto: Pokja Perlindungan Anak Tanjung Morawa Deli Serdang |
Medan, INDOSATU.ID - Republik Indonesia telah genap merdeka selama 77 tahun pasca proklamasi.
Kemerdekaan ini membuat Indonesia terbebas dari jajahan Belanda, dari perbudakan dan pembodohan dikarenakan tidak sekolah karena faktor kemiskinan.
Mirisnya, kemerdekaan itu tidak serta-merta dirasakan bersama ratusan juta rakyat.
Dari informasi yang didapat, anak usia sekolah di Kecamatan Tanjung Morawa tidak dapat bersekolah akibat biaya tidak punya.
Seperti yang dialami kedua Adik ini Guntur Pratama (12) dan adiknya Nabil Pitriyani (8), anak kandung dari Rinata (32).
Kedua bocah ini tinggal bersama ibunya di tanah garapan Gang Rotan Desa Bangun Sari Baru Dusun Xl, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).
Kehidupan Keluarga Rinata ini memang sangat memperihatinkan, dari ukuran rumahnya saja kurang lebih 1,5 x 2,5 meter.
Sementara dinding rumah yang didiaminya cukup sangat membuat miris, karena hanya berdindingkan tepas bambu dan beratapkan rumbia,
Untuk memenuhi kebutuhan pokok, orang tua dari 3 anak ini hanya bekerja serabutan, seperti tukang cuci baju, merumput, mulung dan bangunan.
Yang membuat semakin miris dan sedihnya, keluarga ini memulung dan selalu berangkat satu keluarga.
"Kadang jalan kaki dan kadang menggunakan becak jika diberi pinjam oleh orang lain," ungkapnya.
Eko Joko Yulianto selaku Ayah sambung dari kedua anak tersebut menjelaskan
"Disini kami sudah tinggal sekitar kurang lebih 9 bulan bang. Saya Ayah sambung dari Guntur Pratama dan Pitriyani, pekerjaan saya serabutan, apa yang ada akan saya kerjakan selagi halal," jelasnya.
Beberapa pekerjaan lain juga turut dilakukannya, seperti merumput, mencari barang-barang bekas.
"Kalau istri saya, ada yang mau minta tolong nyucikan maka adalah kerjaan," ujar Joko dengan pasrah.
Ketika awak media mencoba menanyakan mengapa kedua anaknya sampai bisa putus sekolah, ada rasa yang sangat memukul hati berdasarkan keterangan Rinata.
"Dulu anak saya yang paling besar pernah bersekolah, tapi karena biaya juga tak punya, saya mau bilang apa lagi," tuturnya sedih.
"Sedangkan untuk adiknya Pitriyani, baru sekitar kurang lebih 1 bulan ini tidak sekolah lagi. Selain terkendala biaya seperti beli buku sekolahnya, kelengkapan data anak saya untuk bersekolah tidak lengkap," tuturnya lagi sambil sesekali menyeka wajahnya.
Rinata menjelaskan bahwa kelengkapan administrasi kependudukan anaknya tidak lengkap.
Sehingga dirinya merasa pasrah jika anaknya tidak dapat bersekolah seperti anak-anak lainnya.
"Seperti Kartu Keluarga (KK) dan Akte Kelahirannya Pak, padahal anak saya yang perempuan ini saat sekolah tidak ada uang jajan pun ia mau pak sekolah," ujarnya serasa putus asa.
"Niat bersekolah anak saya sangat kuat sekali, tapi kelengkapan administrasinya pak tidak ada. Saya bingung, jadi anak saya tidak bisa melanjutkan sekolahnya lagi pak," terang Rinata dengan mata berkaca-kaca.
Lanjut Rinata, anaknya Pitriyani sempat merasakan pendidikan kelas 1 Sekolah Dasar (SD), namun kemudian terpaksa berhenti.
Saat didaftarkan, pihak sekolah bersedia menerima, namun pihak sekolah meminta agar data Pitriyani dilengkapi dikemudian hari.
Karena Rinata dan suaminya tidak mampu melengkapi data anaknya, akhirnya Pitriyani tidak lagi melanjutkan sekolahnya.
"Karena saya ingin anak saya sekolah dan kemauan anak saya Pitriyani ini mau sekali bersekolah, jadi waktu itu saya daftarkan kesekolah untuk Kelas 1 SD," ucap Rinata.
"Namun apalah daya saya, tidak juga sanggup melengkapi data anak saya ini, seperti KK dan akte lahirnya, jadi anak saya tidak bisa ikut bersekolah lagi," ucap Rinata menjelaskan sambil menangis.
Pitriyani hanya menduduki kursi kelas 1 SD selama beberapa bulan, namun kemudian terpaksa terhenti akibat ketidak lengkapan data pribadi.
"Beberapa bulan anak saya Pitriyani ini sekolah, walau kadang pagi tidak sarapan, tidak makan, tapi tetap mau bersekolah, walaupun baju sekolahnya tidak baru seperti anak-anak sekolah yang lain," ujar Rinata sambil meneteskan air mata.
Ditambahkannya lagi, di waktu-waktu tertentu terkadang mereka tidak punya makanan untuk mengisi perut.
"Kalau kami kehabisan beras, sekeluarga gak makan seharian. Anak-anak saya suruh di rumah aja, tidak boleh keluar, supaya gak kemana-mana. Takutnya nanti malah ganggu orang lain, minta-minta makan sama orang lain. Jadi kami di dalam rumah aja, banyak-banyak minumlah," ujarnya lagi sambil sesekali menyeka air matanya.
Terpisah, Ketua POKJA Perlindungan Anak Kecamatan Tanjung Morawa Azhari Rangkuti kepada awak media menjelaskan, akan mengusahakan kelengkapan data anak Rinata.
"Insya Allah, untuk perlengkapan datanya seperti Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran kedua anaknya akan saya uruskan ke Kantor Camat Tanjung Morawa, agar anak buk Rinata bisa lanjut sekolah lagi," ungkap Azhari, Kamis (15/9/2022).
Sementara untuk biaya sekolah anak tersebut, Azhari mengatakan akan memberikan beban itu kepada pemerintah.
"Untuk masalah biayanya biar itu nanti menjadi PR buat Pemerintah yang ada di Kecamatan Tanjung Morawa ini," pungkas Azhari seraya berharap perhatian Pemerintah. (Tim)