Gerakan Mahasiswa Labuhanbatu (Germalab) melakukan diskusi beberapa waktu yang lalu |
Medan, INDOSATU.ID - Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi momentum bagi masyarakat untuk memperjuangkan pembangunan yang dinilai belum terlaksana.
Konteks pembangunan daerah, kebijakan publik adalah keputusan yang bersifat otoritatif yang dikeluarkan oleh penyelengara pemerintah di daerah, sesuai dengan fungsi dan tugas pemerintah daerah otonom.
Tak terkecuali masyarakat Kabupaten Labuhanbatu, dalam hal ini pemuda desa yang juga bagian dari masyarakat berhak turut ikut terlibat di dalamnya.
Berbicara pembangunan di tingkat Kabupaten, tentulah harus selaras dengan peraturan dan perundang-undangan otonomi daerah.
Merujuk kepada UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.
Artinya, pemerintah daerah (Pemda) diberikan wewenang dan kebebasan menentukan kebijakan sendiri sesuai kebutuhan pembangunan yang diinginkan pemerintah daerah tersebut.
Konteks pembangunan daerah, kebijakan publik adalah keputusan yang bersifat otoritatif yang dikeluarkan oleh penyelengara pemerintah di daerah, sesuai dengan fungsi dan tugas pemerintah daerah otonom.
Makrab Gerakan Mahasiswa Labuhanbatu yang diselenggarakan di bumi perkemahan Sibolangit pada beberapa waktu lalu |
Di dalam kerangka otonomi daerah, pihak yang mempunyai kewenangan merumuskan kebijakan publik adalah Pemda dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).
Dalam hal ini, Pemda yang dimaksud adalah Pemda tingkat I atau Pemerintah Provinsi, dan Pemda tingkat II atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pemda tingkat II yang dipimpin seorang Bupati sebagai bagian dari eksekutif dan DPRD sebagai bagian dari legislatif memiliki wewenang menentukan kebijakan pembangunan di daerahnya.
Untuk terlibat di dalam eksekutif dan legislatif harus melalui proses pemilu yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai tingkatannya.
Berdasarkan UU No 10 Tahun 2008, peserta pemilu untuk legislatif adalah partai politik (parpol). Setiap orang yang ingin terjun ke legislatif harus menjadi anggota partai politik.
Oleh karena itu, Gerakan Mahasiswa Labuhanbatu (Germalab) sangat mendukung pemuda desa terjun ke politik untuk membangun daerahnya termasuk tingkat desa.
Hal ini disampaikan Sabar Naek Limbong, S.Kom, selaku pembina Germalab. Dalam keterangan persnya, Limbong mengungkapkan bahwa pemuda desa berpotensi ikut serta menentukan kebijakan pembangunan melalui otonomi daerah di Kabupaten Labuhanbatu.
Ia juga mengatakan agar pemuda desa tidak anti dengan politik, sebab regulasinya mengharuskan politik menjadi bagian yang sangat sentral dalam membangun desa.
"Pemuda desa jangan anti dengan politik, semakin kita anti makan semakin sulit membangun desa kita," tuturnya melalui siaran persnya kepada indosatu.id.
Dia juga menjelaskan, bahwa berpolitik tidak harus masuk partai politik. Namun dengan berpolitik tentu akan berpeluang menentukan pembangunan.
Hal ini katanya, sesuai dengan UU No. 23 tahun 2014 tentang otonomi daerah, dimana legislatif berwenang menentukan kebijakan pembangunan.
Foto: dok |
Limbong menambahkan, jika tujuannya ingin membangun desa, tentunya harus menghilangkan politik pragmatis.
Sebab politik pragmatis merupakan tindakan yang sangat keji, dan tentunya sulit melaksanakan tujuan pembangunan yang dicita-citakan dari awal.
"Politik pragmatis ini kan hanya menjadikan politik sebagai sarana untuk mencapai keuntungan dan kepentingan pribadi. Tentu ini perbuatan tidak terpuji, jika ini dilakukan dapat menimbulkan amarah masyarakat," ucapnya.
Masih kata Limbong, dengan terjun ke partai politik, pemuda desa sebaiknya berupaya untuk berpolitik praktis. Selanjutnya dapat melakukan edukasi dan advokasi terhadap masyarakat desa.
"Politik praktis inikan gerakan untuk mempengaruhi pandangan, pendapat masyarakat terhadap kebijakan pemerintah kabupaten, dan ini dapat merubah kebijakan itu, walaupun memang tidak gampang," ucapnya lagi.
Dia pun berharap para pemuda desa yang selama ini melakukan edukasi dan advokasi masyarakat agar mau terjun ke politik praktis.
"Bukan tidak mungkin pemuda desa merebut kekuasaan legislatif di desanya. Jika berhasil merebut kursi di dewan, tentu akan lebih mudah untuk merealisasikan pembangunan yang bersumber dana dari APBD kabupaten," ujarnya.
Melirik kepada sumbangsih pemuda dalam pembangunan di Indonesia, saat ini Indonesia sedang menuju masa bonus demografi, Indonesia akan memasuki masa dimana usia produktif menjadi jumlah penduduk terbanyak.
Menurut data yang dilansir dari dataindonesia.id, masa ini diprediksi antara tahun 2025 hingga 2035.
Indonesia akan telah memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup membawa Indonesia maju.
Perkiraan ini sejalan dengan pidato Presiden Jokowi yang disampaikan beberapa waktu lalu, dimana Indonesia akan menjadi negara maju di tahun 2045.
Untuk saat ini, jumlah pemuda Indonesia telah di angka sekitar 25%. Jumlah ini menjadi jumlah terbesar setelah Indonesia merdeka. Jumlah ini pun diperkirakan akan terus bertambah.
Dengan analisa tersebut, Germalab pun sepakat mendukung dan mengapresiasi pemuda desa turut ambil bagian terjun ke politik untuk membantu pemerintah desa (Pemdes) membangun wilayah desa.
"Jadi sudah saatnya pemuda desa melek dengan politik. Jangan lagi pemuda dijadikan hanya sebagai objek, tapi juga pemuda desa harus menjadi pemain (subjek)," ujarnya lagi.
Pemuda desa pun diminta tak perlu mendengarkan suara-suara sumbang dari orang lain yang ingin menjatuhkan semangat membangun, sebab katanya, hal itu sudah menjadi bagian dari perjuangan anak muda.
"Ucapan-ucapan yang menjatuhkan semangat tentu akan menjadi bunga-bunga perjuangan pemuda desa. Apalagi mereka orang-orang yang pernah menyaksikan kita sejak lahir hingga menjadi pemuda. Tapi gosip-gosip murahan begitu tak perlu didengar, kami siap mendukung, asalkan tujuannya demi pembangunan desa," tegas Sabar Naek Limbong, yang juga Sekretaris Lembaga Independen Pemuda Pemerhati Indonesia DPW Sumut ini.
Pembina Germalab ini juga menjelaskan bagaimana komunikasi antara aktivis mahasiswa dengan politisi muda akan lebih cair, daripada aktivis mahasiswa dengan politisi tua.
"Perbedaan usia yang tidak begitu jauh antara aktivis mahasiswa dengan politisi muda akan menjadikan komunikasi yang lebih cair. Ini akan berbeda ketika menjalin komunikasi dengan politisi yang sudah tergolong tua," tutupnya. (Red)