Dedi Siregar |
Jakarta, INDOSATU.ID - Sengketa tanah antara warga Jimbaran dengan Universitas Udayana (Unud) Bali nampaknya terus bergulir sehingga belum menemukan titik terang dari kasus tersebut.
Oleh karena itulah maka Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Independent Pemuda Pemerhati Indonesia (DPP LPPI) mendorong kasus ini agar segera mendapatkan perhatian serius dari Kapolri.
Ketua Umum DPP LIPPI Dedi Siregar dalam pers rilisnya mengatakan supaya kasus sengketa itu dibuka kembali, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
"Kami meminta kepada penegak hukum pihak Kepolisian agar membuka kembali dan menggelar kasus sengketa tanah yang telah merugikan pihak I Nyoman Suastika (penggugat),"ujarnya di Jakarta, Minggu (30/10/2022).
"Karena menurut informasi yang kami himpun, bahwa Putusan Peninjauan Kembali No. PK 451/PK/PDT/2015 tidak sesuai dengan data dan bukti yang ada, sehingga diduga kuat adanya pemalsuan data untuk memenangkan pihak Universitas Udayana di upaya hukum PK tersebut," ujarnya lagi.
Dedi menduga, I Nyoman Suastika merupakan pihak yang telah dirugikan dalam kasus tersebut. Oleh karena itu dirinya meminta pihak Kepolisian segera menuntaskan kasus tersebut.
"I Nyoman Suastika adalah warga yang telah dirugikan, atas dasar itu kami tentunya mendesak agar persoalan tanah ini dapat digelar kembali sesuai dengan mekanisme hukum yang ada," tuturnya.
"Kami juga meminta agar Polri dapat mengusut tuntas permasalahan yang telah meresahkan masyarakat Jimbaran ini. Apabila pihak I Nyoman Suastika menang dalam putusan pengadilan maka agar haknya segera dikembalikan," tuturnya lagi.
Ia pun menaruh kepercayaan dan harapan terhadap kinerja Polri dalam penyelesaian kasus itu. Tujuannya agar tidak menjadi isu miring ditengah masyarakat sekitar.
"Kami yakin dan percaya bahwa Polri dapat mengusut dan kembali menggelar kasus yang telah merugikan warga Jimbaran ini. Karena saat ini Polri sangat diharapkan untuk dapat menyelesaikan persoalan hukum yang ada di masyarakat secara transparan dan akuntabel," harapnya.
Dketahui kemudian, bahwa tim kuasa hukum I Nyoman Suastika (penggugat) I Komang Sutrisna, SH, dan Dr. I Gusti Ketut Suastika, SH, pada 23 September 2022 telah melayangkan surat kepada Kapolri.
Dalam surat itu, kuasa hukum penggugat memohon perlindungan hukum agar dapat melanjutkan proses hukum terkait masalah tersebut.
I Komang Sutrisna, SH, menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut awalnya berstatus tanah adat yang kemudian dibagikan ke masyarakat adat.
Dengan status demikian, artinya bukan tanah negara. Hal ini dikuatkan dengan bukti persil, pipil, dan peta blok yang ia kantongi.
"Tanah yang ada di lokasi Banjar Mekar Sari ini merupakan tanah Hak Milik Adat (HMA) yang ada persilnya dan ada pipilnya di Letter C," jelasnya.
Oleh sebab itu, dia menekankan bahwa ini jelas bukan tanah negara. Hal tersebut ia akui dan dibenarkan oleh Jro Bendesa, bahwa tanah di sekitar Banjar Mekar Sari itu merupakan tanah adat yang telah diserahkan kepada masyarakat.
"Kalau tanah negara, TN namanya atau DN, Darat Negara namanya. Ini nggak ada. Itu jelas tanah milik masyarakat yang dinyatakan tanah milik negara," jelas Sutrisna lagi.
Pewarta: Azmi
Editor: Dhika