Ratusan buruh tampak ikut serta dalam aksi aliansi gabungan beberapa organisasi buruh yang digelar di Sumatera Utara, Senin (10/10/2022). |
Medan, INDOSATU.ID - Ratusan orang yang tergabung dari berbagai organisasi buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut), Senin (10/10/2022) siang.
Massa menuntut Pemerintah agar mencabut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 yang berisi tentang Cipta Kerja.
CP Nainggolan selaku Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumut, mengatakan UU No 11 Tahun 2020 itu sangat berpotensi memberikan dampak kerugian bagi para buruh.
CP Nainggolan menjelaskan, dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan oleh Pemerintah termasuk hal yang paling mendasar bagi pekerja buruh.
Dirinya menambahkan, Undang-Undang Cipta Kerja tidak memberikan peluang bagi para buruh mendapatkan peningkatan kesejahteraan dalam kehidupan buruh.
"Kami akan tetap menekankan agar Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja itu dicabut, karena sangat merugikan pekerja dan buruh," ujarnya.
Diketahui kemudian, Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah memutuskan memberikan waktu dua tahun untuk merevisi Undang-Undang itu.
"Tetapi nyatanya sekarang undang - undang 11 itu tetap berjalan," ucapnya.
Tidak hanya hanya itu, massa juga menuntut agar Pemerintah menurunkan harga BBM.
"Kenaikan BBM itu bukan alternatif terakhir sebenarnya, masih ada langkah-langkah lain yang bisa dilakukan oleh Pemerintah," ucapnya lagi.
"Kami dari serikat buruh tidak akan henti untuk memperjuangkan itu, agar Pemerintah tidak tertutup kupingnya, tidak bisu dan tidak buta matanya melihat keadaan rakyat," urainya.
Usai menyampaikan orasinya di depan gedung kantor DPRD Sumut, perwakilan massa aksi diterima oleh anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS, Abdul Rahim Siregar.
Abdul turun ke lokasi aksi dan langsung menemui mereka para buruh yang melakukan unjuk rasa.
Dihadapan para buruh, Abdul mengatakan mendukung pernyataan sikap yang disampaikan para pengunjuk rasa.
"Mudah-mudahan ini didengar oleh pak Presiden, bahwa sebenarnya kebijakan menaikkan BBM bukanlah kebijakan paling terakhir. Masih banyak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah," katanya dihadapan para pendemo, Seni (10/10/2022).
"Kenapa tiba-tiba ada pemindahan ibukota yang senilai Rp 600 triliun dan perpindahan misalnya ada kereta api cepat, itu belum prioritas sebetulnya, dan menelan biaya hampir seribu triliun," sebutnya.
Usai berunjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, massa aksi kemudian bergerak ke depan gedung kantor Gubernur Sumut (Gubsu).
Di depan kantor Gubsu, massa juga menyampaikan pandangannya terkait kenaikan BBM yang semakin menyulitkan para buruh dan masyarakat secara umum.
"Bagaimana mereka (buruh) ini mau melakukan aktivitas, kalau tidak mampu membeli BBM yang naiknya hampir Rp 2 ribu lebih itu," teriak massa.
Dilansir dari berbagai sumber, Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena dinilai subsidi yang diberikan melalui harga BBM tidak tepat sasaran.
Dimisalkan, subsidi BBM untuk setiap liternya adalah Rp 3 ribu rupiah, tentu semakin banyak membeli BBM maka semakin banyak pula mendapatkan subsidi.
Sementara, masyarakat kaum bawah dan buruh hanya menggunakan sekitar 2 liter BBM setiap hari.
Dengan begitu, subsidi yang didapat hanya sebesar 2 liter x Rp 3 ribu rupiah, atau sekitar Rp 6 ribu rupiah.
Sedangkan masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke atas dinilai menggunakan BBM lebih dari 5 liter ke atas.
Bahkan, masyarakat yang memiliki mobil bisa saja menggunakan BBM lebih dari 10 liter.
Dengan begitu, subsidi yang didapat akan lebih banyak dibandingkan masyarakat yang hanya punya sepeda motor.
Fenomena inilah yang membuat Pemerintah menaikkan harga BBM dan mengalihkan penyaluran bantuan melalui program lain yang dinilai lebih tepat sasaran. (**)