Sutrisno Pangaribuan saat berkunjung ke pedesaan wilayah Sumatera Bagian Tenggara | Foto: dok |
Penulis: Sutrisno Pangaribuan
Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri melantik tiga orang sebagai penjabat gubernur di tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (11/11/2022).
Mereka yang dilantik yakni Apolo Safanpo sebagai penjabat gubernur Papua Selatan, Nikolaus Kodomo sebagai penjabat gubernur Papua Pegunungan, dan Ribka Haluk sebagai penjabat gubernur Papua Tengah.
Penambahan tiga DOB di Papua ini masih menunggu pengesahan RUU Papua Barat Daya yang belum disahkan oleh DPR RI. Kepastian terhadap RUU Papua Barat Daya menjadi penting agar Presiden segera menerbitkan Perpu Pemilu.
Dalam pandangan pemerintah, aspirasi pembentukan DOB di Papua dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan strategis nasional dalam rangka mengokohkan NKRI.
Kondisi geografis, luas wilayah, masalah demografi, masalah ekonomi, kemiskinan, sosial budaya, dan terutama menyangkut keadilan dan kesejahteraan warga di Papua menjadi alasan utama pemekaran.
Sejumlah pihak mempertanyakan pembentukan DOB di Papua karena bertolak belakang dengan kebijakan nasional pemerintah Indonesia yang sedang memberlakukan moratorium pembentukan DOB.
Namun ada juga pihak yang melihat ini sebagai peluang untuk pembentukan DOB selain di Papua.
Beberapa calon DOB yang "tertunda" akibat moratorium, bergairah kembali dengan membentuk maupun mengaktifkan panitia pembentukan DOB.
Keputusan Strategis Pemerintah
Pembentukan tiga DOB di Papua tentu bukan hal yang mudah bagi pemerintah, terutama pasca pandemi COVID-19 dan menjelang tahun politik 2024.
Ada beban anggaran yang akan bertambah dengan keputusan tersebut. Bahkan Presiden harus menerbitkan "Perpu Pemilu" agar DOB masuk bagian dari Pemilu 2024 menyangkut pembentukan penyelenggara dan pengawas Pemilu tingkat provinsi dan pembagian daerah pemilihan untuk DPRD Provinsi dan DPR RI.
Konsekuensi dari keputusan strategis tersebut adalah penambahan anggaran yang sangat besar.
Namun, keberanian Presiden memimpin pemerintah mengambil keputusan tersebut merupakan bukti dari kepemimpinan yang berorientasi pada perwujudan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Berbagai upaya telah dilakukan Presiden Joko Widodo untuk meyakinkan Papua sebagai bagian dari NKRI yang sudah final.
Presiden menetapkan BBM satu harga, membangun jalan trans papua, membangun dan merevitalisasi bandara, pelabuhan, terminal, jembatan, pasar bahkan stadion sepakbola.
Presiden Joko Widodo bahkan menjadi presiden yang paling sering ke Papua hingga ke pelosok- pelosoknya.
Seluruh upaya tersebut sebagai bukti sikap dan cara pandang baru Indonesia, yaitu "Indonesia Centris".
Tidak Ada Pemekaran Daerah
Beberapa waktu yang lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah masih melakukan moratorium pembentukan daerah otonomi baru.
Adapun moratorium pemekaran daerah yang diberlakukan saat ini adalah kelanjutan moratorium hasil kesepakatan rapat konsultasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Pimpinan DPR RI, Ketuanya Marzuki Ali, Partai Demokrat pada 14 Juli 2010 di istana negara.
Dalam pertimbangannya saat itu, pemekaran daerah justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan DOB saat ini tentu sangat berbeda dengan masa sebelum moratorium pemekaran daerah diberlakukan. Telah terjadi perubahan radikal dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap persyaratan dan tahapan pembentukan DOB.
Selain alasan tersebut, konsentrasi pemerintah dalam memfasilitasi Pemilu 2024 juga menjadi alasannya. Sebab pemekaran daerah akan mempengaruhi perubahan daerah pemilihan, rekrutmen penyelenggara dan pengawas pemilu.
Pemindahan Ibukota Provinsi Menjadi Solusi
Dari berbagai alasan untuk pembentukan DOB, atau pemekaran daerah, secara khusus di Sumatera Utara, yaitu akses daerah ke ibukota. Maka pemindahan ibukota, dari Medan ke kabupaten/ kota dapat dilakukan untuk pemerataan pembangunan.
"Ibu Kota Negara saja bisa pindah, apalagi ibu kota provinsi sangat mungkin".
Ibu kota provinsi dapat dipindahkan ke kawasan Danau Toba, atau ke Tapanuli Tengah, maupun ke Pulau Nias. Dari berbagai alternatif itu, kawasan Danau Toba lebih prioritas, karena akses transportasi darat dan udara lebih mudah.
Hingga akhir 2024, jalan tol dari Tebing Tinggi ke Parapat akan selesai, kemudian bandara Sibisa di Toba dan Silangit di Tapanuli Utara akan menopang ibu kota provinsi baru.
Pemindahan ibu kota provinsi ini juga selaras dengan perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) yang sedang dikaji pemerintah provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan keterangan Edy Rahmayadi, Gubernur Sumatera Utara, perampingan dapat menghemat Rp 800 milyar. Maka dana tersebut dapat digunakan secara bertahap untuk fasilitasi pemindahan ibu kota provinsi Sumatera Utara.
Pemindahan ibu kota provinsi bukan hal yang baru. Berdasarkan PP No.29 tahun 1979 Provinsi Sumatera Barat memindahkan ibu kota dari Bukit Tinggi ke Padang.
Rencana pemindahan ibu kota provinsi juga sedang intensif dibahas oleh pemerintah provinsi Jawa Barat maupun Maluku. Sehingga ide, gagasan pemekaran provinsi di Sumatera Utara dapat kita alihkan untuk pemindahan ibu kota provinsi ke kawasan Danau Toba.
(Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (KoRaN))