Foto: istimewa |
Penulis: Jacob Ereste
Kami berencana membuat acara dialog bertema Bangkitnya Ordo Spiritualitas dengan model tatap muka.
Panitia mengundang khusus sejumlah 20 penikmat narasi dan diskursus ini, yaitu 5 wartawan terpilih, 5 mahasiswa/i terpilih, 5 orang umum terpilih, 5 dosen terpilih.
Temu sukacita ini sebagai pola disemenasi di berbagai kalangan, terutama media agar menjadi ombak dan pemantik.
Tentu ini kampanye media sebelum kerja raksasa tour ke kampus agar calon pendengar bisa memahami pikiran-pikiran diskursus dan isu ini.
Kita akan mulai dialog itu dengan beberapa pertanyaan fundamental, "apa itu spiritualitas, bagaimana ia berfungsi sebagai petunjuk hidup dan bahkan bagi negara kita.
Bagaimana mempelajarinya, bagaimana praktiknya, kenapa kini ia absen di sekolah kita, bagaimana ia digunakan sebagai antitesa kerakusan manusia? dll."
Baca Juga: Playing Victim Elit Partai Nasdem
Kami berharap, dengan 20 orang terpilih, isu dari kebangkitan spiritualitas sebagai modus operandi penyelamatan bangsa dari amok kolonialisme bisa terpahamkan.
Deru dan gairahnya muncul di media, pamplet, mural, jurnal, buku-buku, potkes, video, film dan kemudian menjadi gelombang perubahan positif buat warga negara, buat negara dan pemerintahan serta buat bangsa ini.
Tentu untuk menuju dan memastikan hadirnya peradaban yang kita cita-citakan bersama.
Sebagai pemantik, kita akan dengarkan paparan Bopo Sri Eko Sriyanto Galgendu. Beliau adalah pendiri Posko Negarawan dan pengurus GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia).
Keduanya adalah lembaga yang konsen melakukan pendidikan perkaderan kenegaraan dan kepemimpinan.
Beliau lahir di Surakarta 18 Juli 1967. Menimba ilmu dan pengalaman hidup khususnya dengan para pemuka agama-agama dan para raja dan sultan di Nusantara.
Kedekatannya dengan Alm Sinuwun Pakubuwana XII dan Alm Gusdur membawanya mengenal Ilmu Raja dan Ilmu Wali.
Anugrah BhaHaSa BHuMi menjadikan dirinya memiliki doa dan syair ayat ayat BhuWaNa.
Baginya "kepemimpinan adalah mahkota pengabdian, tanggung jawab dan perbuatan tanpa tepi," sedangkan "kenegarawanan adalah usaha bersama mencapai kesentosaan."
Ya. Kita diajarkan bahwa pada dasarnya seluruh makhluk hidup memancarkan medan magnetik sendiri-sendiri.
Medan magnetik ini adalah energi, di mana ada energi bisa dipastikan bahwa di situ ada frekuensi.
Di mana ada frekuensi di situ ada informasi. Medan magnetik ini saling berhubungan satu sama lain secara tidak kasat mata.
Itulah sebabnya manusia bisa memahami medan informasi suatu hal yang sudah dan belum terjadi (futurologis).
Kita juga memahami, bahwa puncak-puncak peradaban besar selalu berlandaskan "iman" dan kokohnya spiritualitas penghuninya. Semoga ini menjadi jihad intelektual yang jenius dan serius.
Baca Juga: KORNAS: Selamat Natal Indonesia
Spiritualitas mendidik kita untuk memastikam bahwa bukan ingin menjadi lebih baik dari orang lain, tapi kita hanya ingin lebih baik dari diri kita yang dulu.
Sebab, kita tak sebaik yang kalian ucapkan, tapi juga tak seburuk yang terlintas di pikiran kalian.
Mari kita memberi kesempatan siapapun untuk berubah ke arah lebih baik. Dari satu terminal ke terminal berikutnya dalam lorong waktu yang panjang terbentang.
Karenanya, jangan melihat masa lalu seseorang saja karena semua punya masa kini dan masa depan.
Bagi yang berminat bisa menghubungi panitia, Bikku Setiyo Wibowo, di +6282138929452. Waktu dan tempat masih tentatif.
Akan dikabarkan secepatnya. Selamat bergabung dan cerah ceria bersama. Dan acara akan dipandu oleh Prof. Yudhie Haryono Ph.D. [Selesai]