-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Akan Dimulai Tahun 2023, Polri Terbitkan SIM C1 dan C2, Begini Respon Masyarakat

    Redaksi
    12 Januari 2023, 02:24 WIB Last Updated 2023-01-11T19:32:18Z
    Banner IDwebhost

    Akan Dimulai Tahun 2023, Polri Terbitkan SIM C, C1, dan C2, Begini Respon Masyarakat | Foto: ilustrasi

    Medan, INDOSATU.ID - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan memecah pembagian Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi pengendara sepeda motor roda dua.

    Dilansir dari akun resmi Divisi Humas Polri, dimulai 2023 tahun ini, Korlantas Polri akan membagi SIM C untuk sepeda motor menjadi 3 (tiga) golongan.

    Penggolongan SIM C ini sesuai dengan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.

    Dalam penggolongannya, SIM C untuk sepeda motor dibawah 250 cc. SIM C1 diperuntukan bagi pengendara sepeda motor dengan cc 250 s/d 500.

    Sementara untuk pengendara sepeda motor dengan kapasitas 500 cc ke atas, wajib menggunakan SIM C2.

    "Jadi SIM C ke depan ada namanya SIM C, C1 untuk kendaraan 250 cc sampai 500 cc, ada SIM C2 untuk 500 cc ke atas. Jadi kalau punya motor 1.000 cc harus pakai SIM C2," ujar Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol. Drs. Yusri Yunus, Rabu (11/1/2023).

    Kebijakan tersebut pun menuai respon dari masyarakat melalui media sosial. Penggolongan itu menjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.

    Pantauan editor media indosatu.id di media sosial, beragam komentar masyarakat melalui akun media sosialnya membanjiri kebijakan tersebut, Rabu (11/1/2023) malam.

    Beberapa diantaranya cukup banyak yang mendukung kebijakan penggolongan SIM C tersebut.

    Netizen Indonesia yang mendukung kebijakan itu berpendapat, sudah sepantasnya pengendara sepeda motor dengan kapasitas cc yang berbeda digolongkan sesuai SIM nya.

    "Dulu pernah kepikiran soal SIM C ini koq gak dipisah sesuai jenis c mesinnya, seperti peruntukan SIM mobil, karena melihat cc motor juga ada yang besar, ternyata akhirnya ada juga," tulis Yayu Yuliana Chan, mengomentari kebijakan Polri yang diunggah pada laman resmi Divisi Humas Polri.

    Warga net lainnya, bernama Arianto Sanda menyampaikan kesepahamannya terkait kebijakan tersebut.

    Hanya saja, ia berharap agar pengurusan SIM lebih dipermudah dengan cara melakukan edukasi kepada warga yang ingin mengurus SIM.

    "Kalo ini saya setuju lah, memang harus demikian, karena motor dengan cc di atas 500 memang butuh skill yang lebih baik. Tapi, harapan saya, semoga tidak ada sim tembak," tulis Arianto Sanda.

    Beberapa warga net lainnya juga turut mendukung kebijakan pihak Kepolisian itu.

    "Mantap.. sangat mengayomi," tulis Ananto Prabowo.

    "Uji praktek SIM-nya tolong dibenahi pak. Terlalu amat sangat sulit melalui rute di tempat praktek ketimbang aslinya kita di jalan umum. Apakah kita di jalan umum mau ugal-ugalan liuk sana-sini berkendaranya?, seperti di tempat praktek sim?," sebut Wawan Hendrawan di kolom komentar.

    Muhammad Nurhidayat, warganet lainnya malah mengatakan kalau kebijakan itu sudah lama diwacakan.

    "Ternyata akhirnya berlaku juga sistem bagi sim C berdasarkan cc motor. Padahal udah lama banget wacananya, bareng sama lampu harus nyala siang hari. Enak yang punya sim C2, bisa bawa motor cc rendah maupun menengah, tapi yang punya sim C doang gak bisa bawa motor di atas 250 cc," komen Muhammad Nurhidayat.

    Akun Eko Triyono menanggapi kalau kebijakan tersebut merupakan terobosan yang cukup inovatif.

    "Mantap pak bagus, sebuah terobosan dan inovasi yang luar biasa bagus, yang sangat berguna bagi warga negara Indonesia," tulis akun Eko Triyono.

    Tanggapan lainnya menyebutkan bahwa tujuan sistem penggolongan SIM C tersebut agar masyarakat kembali mau menggunakan angkutan massal (umum) yang disediakan pemerintah dan swasta.

    "Memang tujuan akhir supaya penggunaan kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum. Berarti tujuan utamanya tercapai," sebut Oudhy Reynalddho Manuputty.

    "Di negara lain yang sudah maju, sudah lama aturan ini diterapkan. Semata-mata memang penting alasan safety, karena ada pembagian besar cc-nya. Konsekuensi punya motor yang cc makin besar juga harus disiplin aturan, karena kesanggupan bawa moge (motor gede_red) juga terbukti. Bukan cuma cc besar, aturankan dibuat biar anak kecil juga gak sembarangan bawa motor, apalagi di jalan raya. Adapun sim C2 yang buat moge aja harus tunggu setahun setelah sim C1 lolos," jelas akun Jonathan Davine Worotikan.

    Lanjut Jonathan, ia menilai warganet yang berkomentar merasa dipersulit malah punya mobil. 

    Jonathan menduga, warganet yang mengatakan mempersulit warga miskin bisa saja punya 2 atau lebih sepeda motor atau bahkan mobil, serasa playing victim, menurutnya.

    "Yahhh, tapi kalo di negara konoha, setiap ada kebijakan baru dibilang proyek apalagi, dibilang jangan dipersulit rakyat miskin (tapi yang komen banyak yang punya motor lebih dari satu, ada mobil juga). Maaf nih, kapan majunya Indonesia kalo ada rakyat konoha seperti ini terus," tulisnya lagi.

    Panca Esti, warganet lainnya menyatakan dukungannya terhadap kebijakan institusi Polri itu.

    Hanya saja, ia meminta agar pelayanan pembuatan SIM lebih dipermudah. Selain itu, ia berharap agar prilaku pungli (pungutan liar_red) dapat dihapuskan.

    "Semakin besar cc motor makin dituntut ketrampilan berkendara, sehingga ada perbedaan keahlian bawa motor kecil dan besar. Baik juga SIM disesuaikan seperti itu, agar lebih paham berlalu lintas. Namun jangan lupa pelayanan SIM secara umum musti ditingkatkan, pungli diberantas dan semakin mudah di era digital," tulis akun Panca Esti.

    Sementara itu, warganet bernama akun Wahyu Alfateha meminta agar peraturan lalulintas dapat masuk ke dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar.

    "Lalu lintas harusnya masuk kurikulum sekolah mulai SD, agar masyarakat dapat pembelajaran berlalu lintas. Agar angka kecelakaan di jalan dapat diminimalisir. Korlantas harus kreatif, jangan masyarakat belajar otodidak berlalu lintas, sehingga tidak ada perilaku standar dalam memahami marka-marka jalan (rambu-rambu lalulintas_red)," tulis Wahyu Alfateha.

    Tanggapan lainnya berpendapat agar pembuatan SIM tidak menjadi domain pihak Kepolisian tetapi pihak Dinas Perhubungan.

    "Baiknya Kepolisian tidak mengurus SIM, supaya Polisi konsen pada tugas pokoknya dan Dinas Perhubungan lah yang patut melaksanakan uji kopetensi SIM," jelas Nofrie A Pandelaki.

    Akun Romli, menurutnya hal itu baik, namun perlu ditinjau ulang terkait pemberlakuan kartu SIM berlaku seumur, sebagaimana KTP.

    "Bagus tuh pak, tapi berlakunya seumur hidup kayak KTP. Tapi bisa dilakukan pencabutan atau denda dan pemblokiran jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran serius," tulis Romli Raselva.

    Pemberlakuan SIM seumur hidup juga disampaikan akun Hotman Siagian. Ia berpendapat bahwa SIM tidak lagi diperpanjang seperti KTP saat ini.

    "SIM sebaiknya tidak perlu diperpanjang. Sudah seharusnya SIM seumur hidup, seperti KTP," timpal Hotman Hasugian.

    Rahmadi, warganet lainnya meminta agar personil Kepolisian yang mendampingi warga saat tes melakukan edukasi dan membimbing mengatasi masalah warga saat tes drive (tes berkendara).

    Selain itu, jalur lokasi tes berkendara perlu disesuaikan dengan bentuk jalan raya yang akan dilalui pengendara nantinya.

    Lanjutnya, jalur lokasi tes berkendara terkadang tampak jauh berbeda dengan jalan raya secara umum.

    "Saya rasa pemberlakuan SIM tembak itu yang perlu dibenahi. Terus tes berkendaranya jangan berkelok-kelok kaya cacing muter-muter gitu. Yang utama tesnya kalau ada belokan pertigaan gimana cara beloknya, resting dinyalakan saat kapan, kalau mau membalap motor di depan gimana caranya, saya rasa hal-hal seperti itu yang perlu ditekankan saat tes berkendara, supaya masyarakat juga gak maen tembak dalam membuat SIMnya. Intinya, perlu dibenahi lah," tulis Rahmadi, menyampaikan aspirasinya.

    Beberapa komentar warganet lainnya juga merasa kebijakan tersebut semakin mempersulit masyarakat.

    Akun Imon Topan mengatakan, bahwa belum semua para pengendara sepeda motor memiliki SIM saat ini, apalagi muncul kebijakan baru, menurutnya hal ini akan semakin membuat masyarakat enggan mengurus SIM.

    "Enggak usah diribet-ribeti pak, yang simpel-simpel aja. Konon yang simpel aja rakyat belum melek akan menggunakan SIM C, kesannya aturan-aturan ini macam proyek-proyek di divisi. Sudahi itu pak, atau tinjau lagi aturannya. Salam presisi tanpa pressure," sebut Imon Topan mengomentari unggahan akun resmi Divisi Humas Polri.

    Akun Ade Cataleya Grafika berharap agar pihak Kepolisian meniru kebijakan beberapa negara luar negeri. Ia menjelaskan, di beberapa negara, SIM menggunakan aplikasi dengan sistem barcode.

    "Kapan negara ini maju kalau segala urusan itu dibikin rumit. Coba praktekin seperti di negara luar. SIM-nya cukup di HP aja, lengkap dengan kode QR (barcode_red). Perpanjangan SIM dipotong disc 50% jika taat dan tak pernah melanggar," sebut Ade Cataleya Grafika.

    Warganet juga berharap agar SIM dapat online dan sekartu dengan beberapa kartu administrasi kependudukan lainnya.

    Ia juga menyinggung ribetnya sistem pembayaran pajak dan STNK kendaraan bermotor. Dirinya berharap agar hal tersebut dapat dipermudah.

    "Jaman Makin serba digital, mustinya makin memperlancar segala urusan administasi dll. Apalagi soal payment (pembayaran. Ga perlu antrilah bayar pajak STNK dan SIM, bukan malah bikin nambah aturan yang bikin ribet. Bahkan kalau perlu cukup dengan KTP saja sebenarnya sudah bisa terkoneksi dengan Askes, SIM, ATM, dll," tulis Erwin Suwardi di kolom komentar.

    Taufik Pramana juga meminta agar pembuatan SIM menjadi domain Dinas Perhubungan, bukan pihak Kepolisian.

    "Masyarakat tambah susah lagi ini sih. Seharusnya pembuatan SIM kendaraan darat dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan seperti SIM untuk masinis, nahkoda atau pilot. Polisi jangan terlalu banyak diberikan kewenangan untuk penerbitan SIM. Polisi hanya melaksanakan tugas pelanggaran hukumnya saja," tulis Taufik Pramana.

    Akun Bolo Dewo bahkan mengatakan kebijakan itu tidak sesuai dengan pelayanan realita. Ia menduga, akibat sistem yang berbelit-belit, akhirnya muncul para calo.

    "Jadi tambah biaya, setelah beli motor 150 cc pake SIM, kalau beli motor yang lebih gede bikin SIM lagi. Sebenernya Polisi itu selalu mempersulit masyarakat, tak bisa menghapus calo, karena ngurus sendiri berbelit," tulis Bolo Dewo.

    Akun Imron App yang diduga berprofesi sebagai programmer meminta agar pihak Kepolisian memanfaatkan sistem digitalisasi.

    Dengan digitalisasi, ia berharap SIM memakai sistem barcode. Hal ini menurutnya sejalan dengan niatan Pemerintah Pusat yang ingin mengembangkan digitalisasi di Indonesia.

    "Untuk meminimkan pengeluaran dan mark up proyek sebaiknya SIM sudah mulai pakai aplikasi berbarcord. Kalau Polantas mau razia tinggal scan. Eranya digital pak, kok masih pakai fisik, ayo sama-sama berkembang untuk digitalisasi Indonesia," jelas akun Imron App.

    Beberapa warganet bahkan menyindir dengan keras kebijakan tersebut, penggolongan SIM C menurutnya bukan malah mempermudah pengendara sepeda motor, namun malah mempersulit.

    "Kalau bisa dipersulit, ngapain dipermudah," komentar akun Petra Cidut Miner.

    "Bukan dibagi berapa golongan pak. Tapi bagaimana caranya agar masyarakat lebih mudah dan efesien bisa mengajukan pembuatan SIM juga prosedur ujiannya, dan tidak harus melalui jalan pintas, dimana yang sulit jadi mudah dan mudah jadi sulit. Tujuan dan cara korlantas untuk memaksimalkan atau mengembangkan kemajuan seperti menanam pohon ingin cepet berbuah, tapi lupa akan pupuk dan perawatannya. Benahi dulu pak sistemnya dan oknum-oknum nakalnya," tulis Yaser Hutagalung.

    Akun Karwono juga meminta pihak Kepolisian agar menyatukan SIM dengan KTP, sehingga masyarakat cukup membawa 1 kartu.

    "Kalo punya kendaraan bermotor lebih dari 3 gimana pak, misal 1000 cc, 500 cc, 250 cc dan 150 cc. Kalo harus punya semuanya semakin ribet, tiap ganti motor ganti SIM, atau dompet penuh dengan surat dan kartu. Lebih baik manfaatkan KTP saja, kan udah digital, datanya disimpan di KTP, mencakup semua SIM yang sudah terdaftar. Jadi misal ada razia, tinggal scan," sebut Karwono dalam komentarnya.

    Penyatuan SIM dan KTP juga disampaikan akun Frande Colly, ia berpendapat bahwa sudah waktunya hal itu dilakukan.

    "Sebenarnya seberapa pentingnya SIM?, atau kenapa juga harus pakai SIM?. Cukuplah dengan KTP, BPKB, dan bayar STNK/pajak. Jangan terlalu banyak aturan, milik pribadi kok terlalu diatur macam-macam," tulis Frande Colly.

    Dari banyaknya respon masyarakat melalui akun media sosialnya masing-masing, dominan mengatakan bahwa kebijakan tersebut cukup merepotkan masyarakat sebagai pengendara.

    Beberapa diantara warganet mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan terobosan lama yang tidak sejalan dengan perkembangan digitalisasi saat ini.

    Selain itu, cukup banyak netizen (warganet) yang berharap agar SIM dapat disatukan dengan KTP, sehingga masyarakat tidak perlu membawa 2 (dua) kartu.

    Dengan membawa 1 kartu, dimana dapat digunakan sebagai KTP dan juga dapat digunakan sebagai SIM, tentu hal itu sangat membantu masyarakat, dan sejalan dengan era digitalisasi.

    Terkait penggunaan 1 kartu untuk berbagai keperluan, bukanlah hal yang baru. Beberapa pihak swasta telah menerapkan hal tersebut.

    Misalnya, kartu member di salah satu supermarket dapat digunakan sebagai kartu pembayaran pintu jalan tol.

    Contoh lainnya, salah satu Universitas swasta di Medan memberlakukan kartu tanda kepegawaian yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran dalam berbagai keperluan. (Dhika/Red)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini