-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Olah Raga, Olah Pikir dan Olah Bathin Untuk Menyibak Jalan Menemui Tuhan

    Redaksi
    12 Maret 2023, 02:36 WIB Last Updated 2023-03-11T19:36:59Z
    Banner IDwebhost

    Karikatur hakim disuap | Foto: Republika/Daan Yahya


    Penulis: Jacob Ereste
    Mauk, 11 Maret 2023

    Olah raga itu puncaknya merengkuh kemahiran dan ketangkasan. Oleh pikir itu ujung pada meraih kemampuan anilisis, jenius dan seabrek ide cemerlang, tapi tetap rentan dari kemunafikan, zalim, hipokrit bahkan perilaku jahat hanya ingin menguntungkan diri sendiri, keluarga, kelompok, tiada perduli kepada orang lain.

    Karenanya, olah raga yang bisa unggul karena otot, dan olah pikir yang cuma mengadal otak, tidak guna bagi orang lain bila luput serta abai pada bimbingan dan tuntunan spiritual.

    Baca Juga: Etika, Moral, Akhlak Sebagai Basis Spiritual Yang Tergadai Harus Segera Dikembalikan | Oleh: Jacob

    Sebab keangkuhan dan kesombongan tak ada yang melerai untuk berpaut dengan kerakusan, ketamakan, egosentrisitas yang dianggap baik terbingkai dalam kepongahan dan kejumawaan.

    Seabrek para ahli di Indonesia telah berupaya membenahi budaya politik yang curang, dan seabrek ahli ekonomi telah parau berteriak pada struktur ekonomi yang dibangun hanya untuk memberi jalan kepada mereka yang telah kaya raya, tanpa hirau para rakyat miskin yang lapar dan kekurangan gizi.

    Baca Juga: Perempuan Indonesia Harus Peka Terhadap Perkembangan Zaman | Oleh: Risdiana Wiryatni

    Masalah utama yang melantak negeri ini adalah sikap materialistik yang terus dipacu dalam arena pertandingan berikut merebut segala jenis dan bentuk dominasi dan kekuasaan.

    Maka itu, fenomena untuk melipatgandakan kekayaan melalui kekuasaan, atau sebaloknya, melipatgandakan kekuasaan untuk membangun gunung kekayaan.

    Jacob Ereste

    Terus terjadi dan meluas hingga ke akar budaya adat istiadat tradisi yang semakin tidak berdaya diterpa badai kapitalistik, higemoni, oligopoli hingga gang korporasi yang bersetubuh dengan birokrasi hingga melahirkan generasi baru yang lebih dikenal dengan sebutan oligarki.

    Persekongkolan super jahat itu karena yang tega mereka jadikan korban adalah rakyat miskin dan miskin.

    Baca Juga: Intelektualitas Yang Liar Hanya Bisa Dijinakkan Oleh Spiritualitas Sebagai Kesadaran Illahiyah | Oleh: Jacob Ereste

    Yang tidak tahu apa-apa tentang kekayaan milik rakyat yang dirampok secara sistematis, massif dan terstruktur dengan rapi dan santun, hingga seakan-akan seperti peradaban manusia yang lebih beradab.

    Padahal, ketika digeledah, tidak satu pun sila dari Pancasila yang telah disepakati sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara mereka lakukan.

    Baca Juga: Merindukan Pahlawan Baru | Oleh: Sutrisno

    Karena itu, ketangguhan fisik yang tangkas dan unggul sebagai hasil dari olah raga yang baik, bisa menghasilkan bar-barian bila tidak dipandu oleh akal sehat yang dihasilkan dari olah nalar yang baik dan benar.

    Tapi juga, olah fisik yang baik serta oleh pikir yang prima, hasilnya masih sangat mungkin berperilaku seperti binatang dan iblis atau syetan.

    Baca Juga: Politik Tanpa Identitas itu Uka-uka | Oleh: Jacob Ereste

    Sebab di dalam tubuh manusia itu ada nafsu birahi, keserakahan, rakus dan tamak serta egoistis dan ingin selalu lebih unggul dari yang lain.

    Meskipun keunggulan yang dapat dipamerkan secara nyata itu, tidak memberi manfaat apa-apa kecuali kepuasan dan kebanggaan semu semata.

    Baca Juga: Tikus-Tikus Jakarta | Oleh: Zulfata

    Itulah sebabnya, pilihan kesadaran terhadap etik profetik (kenabian) perlu dibangun melalui olah batin untuk memantapkan moral dan akhlak seperti yang diajarkan oleh agama (apapun) yang berasal dari langit.

    Sebab kesempurnaan dari agama Samawi, toh sudah teruji oleh waktu yang telah berabad-abad menjadi pegangan umat manusia sebagai khalifatullah di muka bumi.

    Dan rahasia jalan untuk menemui Tuhan itu ada di dalam kitab suci yang mulia itu. [Selesai]


    [Penulis merupakan salah satu tokoh pengamat sosial]

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini