JAM Pidum Setujui Penghentian 3 Perkara Dengan Pendekatan Restoratif di Kejatisu |
Medan - Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI Dr. Fadil Zumhana dan Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) pada Jampidum Kejaksaan Agung RI Agnes Triani SH., MH., menerima penghentian tuntutan terhadap 3 (tiga) perkara.
Hal itu disetujui beserta jajaran dari ruang vicon (video conference) yang berlangsung di lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan, Senin (17/4/2023).
Atas persetujuan itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH., MH., menghentikan penuntutan terhadap 3 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Sebelumnya telah dilakukan ekspose di hadapan JAM Pidum Kejagung RI Dr. Fadil Zumhana dan Direktur TP Oharda pada Jampidum Kejagung RI, Agnes Triani SH., MH., beserta jajarannya.
Ekspose perkara dari Kejati Sumut itu disampaikan Kajati Sumut Idianto didampingi Aspidum Luhur Istighfar, SH., MH., Kabag TU serta para Kasi.
Ekspose juga diikuti secara daring oleh Kajari Asahan, Kajari Simalungun dan Kacabjari (Kepala Cabang Jaksa Negeri) Deli Serdang di Pancur Batu.
Menurut Idianto melalui Kasi Penkum, Yos A Tarigan, SH., MH., bahwa perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Simalungun dengan tersangka Arjuna Tanjung (AT).
AT disangkakan melanggar Pasal Kesatu Pasal 363 ayat (1) Ke-4 KUHP atau Kedua Pasal 107 huruf d UU Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
"Arjuna Tanjung bersama temannya AS (melarikan diri) mengambil buah sawit milik PTPN IV Kebun Bah Jambi untuk kebutuhan hidup sehari-hari," jelas Yos.
Kemudian perkara dari Cabjari Deli Serdang di Pancur Batu atas nama tersangka Rosalina Br Surbakti dengan korban Benaria Br Ginting melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.
Pada kasusnya, tersangka telah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban.
Perkara ke-tiga berasal dari Kejari Asahan atas nama tersangka DTM Bakhtiar Sulaiman alias Lebai.
Ia dinilai telah melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, pasalnya, ia terbukti melakukan penganiayaan.
Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restoratif justice, lanjut Yos A Tarigan, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 tahun 2020.
Dalam peraturan tersebut, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara.
Dengan adanya mediasi oleh pihak Kejati Sumut, yang kemudian menghasilkan perdamaian antara tersangka dengan korban, dan kemudian direspons positif oleh keluarga.
Lebih lanjut, mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya.
Ia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh pihak keluarga.
Selain keluarga, perdamaian itu juga disaksikan oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, dan jaksa yang menangani perkaranya tersebut.
"Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban. Secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula," pungkasnya. (Red)