Presidium Kornas, Sutrisno Pangaribuan (tengah baju batik) saat bertemu warga | Foto: ist |
Medan, INDOSATU.ID - Usai berlangsungnya pertemuan kerjasama politik (koalisi) antara Partai PDIP dan PPP, pada Minggu (30 /4/2023 ), maka selanjutnya kedua Parpol semestinya lebih fokus pada penyusunan strategi, 'membujuk rakyat'.
Kedua Parpol tidak perlu sibuk untuk mengajak Parpol lainnya untuk bergabung. Jika ada Parpol yang ingin bergabung, hendaknya menyesuaikan diri terhadap kerjasama politik yang sudah dimulai.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Jalin Kerjasama Dengan PGI Untuk Sertifikasi Aset Gereja di Indonesia
Hal itu diungkapkan Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan, di Medan melalui pesan singkat WhatsApp, Senin (1/5/2023).
Begitupun Ganjar Pranowo, lanjut Sutrisno, yang masih bertugas sebagai gubernur Jawa Tengah, hendaknya tetap fokus hingga akhir jabatannya.
Diketahui kemudian, jabatan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah akan berakhir pada 5 September 2023.
"Sebab menuntaskan tugas secara baik, akan berdampak pada respon positif dari rakyat. Bekerja sebagai gubernur, dari Senin sampai Jumat, selanjutnya Sabtu dan Minggu dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi sebagai Capres," sebut Presidium Kornas itu.
"Siapa Ganjar Pranowo sebenarnya, tidak terlalu penting lagi untuk diperkenalkan. Terutama berkaitan dengan urusan rambut putih dan kerut wajah," ucap Sutrisno.
"Saatnya mulai memperkenalkan ide, gagasan, dan rencana program sebagai Capres. Pengalaman pernah menjadi legislatif di DPR RI, dan Eksekutif saat menjabat Gubernur Jawa Tengah, menjadikan Ganjar lebih komplit dibandingkan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan," jelas politisi Partai PDIP itu.
Menurut Sutrisno, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 merupakan yang ke-5 pasca reformasi. Reformasi telah memasuki usia yang ke-25, seperempat abad telah berlalu.
Akan tetapi, lanjut dia, tuntutan reformasi sepertinya masih jauh panggang dari api. Konsolidasi demokrasi tidak berjalan dengan baik. Pilar demokrasi sibuk dengan agenda masing-masing, sehingga tujuan utama reformasi semakin kabur.
Ia menjelaskan, alasan utama reformasi bukan sekedar menumbangkan orde baru di bawah rezim Soeharto. Agenda utamanya adalah menjawab ke-enam tuntutan reformasi, yakni: pertama, penegakan supremasi hukum; kedua, pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) ; ketiga, pengadilan mantan presiden Soeharto dan kroninya; keempat, amandemen konstitusi; kelima, pencabutan dwifungsi ABRI (TNI/Polri), dan; keenam, pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.
Sebagai Capres yang terlibat dalam peristiwa reformasi, Ganjar tentu harus mengambil tanggung jawab menuntaskan tuntutan reformasi.
Maka syaratnya, kata Sutrisno, Ganjar Pranowo harus menjadi diri sendiri, bebas dari pengaruh siapapun, dan merdeka berpikir.
Ganjar Pranowo harus mampu menyamakan dan menyatukan kepentingan Parpol dan kebutuhan rakyat.
Sebagai Parpol yang menjadi pelaku, saksi, sekaligus korban orde baru, tentunya PPP dan PDIP juga bertanggung jawab untuk menuntaskan tuntutan reformasi.
Semua Parpol di seluruh dunia ini, termasuk di Indonesia pasti menjadikan kader yang ditugaskan di legislatif dan eksekutif sebagai petugas partai.
Tentunya bukan hanya PDIP, bahkan partai yang tidak ikut Pemilu juga demikian. Namun, tambah Sutrisno, penggunaan istilah itu di ruang publik disambut negatif, karena Parpol kehilangan kepercayaan publik.
"Karena tidak ada kegentingan yang memaksa, maka penggunaan istilah petugas partai seharusnya dapat digunakan pada kegiatan yang bersifat internal," kata Presidium Kornas itu lagi.
Baca Juga: Pemprov Sumut Diduga Membeli Lahan Rp 457 Miliar Disaat Warga Labuhanbatu Berjalan di Atas Lumpur
"Tidak akan ada penambahan suara yang signifikan untuk Ganjar Pranowo jika disebut sebagai petugas partai secara terbuka di ruang publik," tuturnya.
Sebagai Capres, sebut Sutrisno, yang ditawarkan kepada publik, Parpol pendukung yang akan mengusung Ganjar harus memastikan bahwa beliau sebagai Capres yang akan menjawab kebutuhan rakyat.
"Sebab satu-satunya alasan rakyat memilih Capres adalah bahwa Capres tersebut mampu menjawab harapan dan kebutuhan rakyat. Sehingga Capres tersebut harus merdeka, bukan boneka siapapun," tutup mantan aktivis mahasiswa GMKI ini. (Lian/Red)