-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Gunakan Restorative Justice, Kejagung Setuju 6 Perkara di Kejatisu Dihentikan

    Redaksi
    22 Juni 2023, 08:05 WIB Last Updated 2023-06-22T01:05:00Z
    Banner IDwebhost

    Gunakan Restorative Justice, Kejagung Setuju 6 Perkara di Kejatisu Dihentikan

    Medan, INDOSATU.ID - Dr. Fadil Zumhana, selaku Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM-Pidum) di Kejaksaan Agung RI menyetujui 6 (enam) kasus yang terjadi di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dihentikan.

    Penghentian penuntutan pada perkara ini menggunakan pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice).

    Pada kesempatan itu, ekspose perkara disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH., MH., selaku Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya, Senin (19/6/2023) dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.

    Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto, SH., MH., diwakili Aspidum Luhur Istighfar, SH., M.Hum., Kasi TP Oharda Kejati Sumut Zainal, SH., MH., dan para Kasi pada Aspidum Kejatisu menyampaikan ekspose perkara secara daring kepada JAM-Pidum.

    Kegiatan ekspose perkara yang digelar secara daring ini turut diikuti Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Langkat, Kajari Binjai, Kajari Karo, Kajari Asahan dan Kajari Tanjungbalai Asahan serta JPU dari perkara yang diekspose.

    Idianto selaku Kajati Sumut, melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH., MH., menyampaikan bahwa hingga Senin (19/6/2023), Kejatisu telah menghentikan penuntutan terhadap 40 kasus dengan menggunakan Restorative Justice.

    Dari 6 perkara yang diajukan Kejatisu untuk dihentikan penuntutannya dengan Restorative Justice (RJ), diantaranya dari Kejari Langkat, dengan tersangka atas nama Paijo melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP.

    Selanjutnya, perkara dari Kejari Binjai dengan tersangka Budi Yanto Nasution melanggar Kesatu Pasal 44 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang PKDRT atau Kedua Pasal 80 Ayat (2), (4) Jo Pasal 76 C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

    Perkara selanjutnya yaitu dari Kejari Karo dengan tersangka Junaidi, melanggar Primair Pasal 310 Ayat (3) UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subsider Pasal 310 ayat (2) UU RI No 22 tahun 2009 tentang UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Lebih Subsider Pasal 310 ayat (1) UU RI No 22 Tahun 2009 tentang UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Perkata yang ke-empat berasal dari Kejari Asahan dengan tersangka Syaiful alias Timbul, melanggar Pasal 353 Ayat (1) jo Pasal 53 Subsider Pasal 335 Ayat (1) KUHP.

    Ke-lima, dari Kejari Tanjung Balai Asahan dengan tersangka Susi Susanti, ia melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Masih dari Kejari Tanjung Balai, perkara ke-enam, yaitu dengan tersangka atas nama Nuraina Fitri, yang terbukti melanggar Pasal 80 ayat (1) UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

    Dari enam perkara yang diajukan, keseluruhannya telah disetujui untuk dihentikan oleh JAM Pidum Kejagung dengan pendekatan keadilan restoratif dan berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020.

    Adapun isi peraturan tersebut, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga.

    "Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban bersepakat untuk berdamai, dan tersangka menyesali perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," jelasnya.

    "Pada proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing Kajari, serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya," terangnya.

    Yos Tarigan melanjutkan, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini, telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula. (Red)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini