Moeldoko Ajukan PK di Mahkamah Agung Terkait Partai Demokrat, Begini Kata Presidium Kornas | Foto: FP Indonesia Luar Biasa |
Medan, INDOSATU.ID - Ancaman terhadap lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman terus berlanjut. Jika sebelumnya ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), saat ini dialamatkan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI).
Partai Demokrat kubu Mayor TNI Purnawirawan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengancam akan berkumpul di Jakarta untuk mengawal sidang peninjauan kembali (PK) di MARI, yang diajukan Partai Demokrat kubu Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko.
Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat, Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan mengatakan, aksi tersebut sebagai bentuk dukungan moral terhadap MARI.
Harapannya, keputusan yang diambil nantinya terhindar dari intervensi kubu manapun. Pernyataan tersebut disampaikan Hinca di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Baca Juga: Kejatisu Naikkan Status Dari Penyelidikan ke Penyidikan Dugaan Korupsi di Univa Labuhanbatu
Hinca mengatakan, perkara dengan Moeldoko ini sebagai suatu "perampokan hingga pembegalan". Apa yang dilakukan mantan Panglima TNI disebut dapat membahayakan demokrasi.
Hinca mengatakan bahwa Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden RI ke-6, ayah dari Ketum Partai Demokrat, AHY dan kader partai akan turun ke jalan untuk mengawal MARI.
Presiden ke-6 RI itu akan memimpin aksi damai mengawal putusan PK. Selanjutnya jika nantinya MARI mengabulkan PK yang diajukan Moeldoko, SBY, kembali akan turun kembali bersama seluruh kader Demokrat.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan Demokrat akan menggerakkan kekuatan rakyat, atau "people power" jika MARI memutuskan mengabulkan peninjauan PK Moeldoko.
Baca Juga: Dampak Serangan Fajar Dalam Pemilu
Benny menyebut PK yang diajukan Moeldoko tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Jika MARI benar-benar mengabulkan PK Moeldoko dan Presiden Joko Widodo tetap tidak mengambil tindakan, maka hal itu menjadi bukti bahwa Jokowi cawe-cawe.
Posisi Moeldoko sebagai anggota Kabinet Jokowi, dijadikan alasan menuduh Jokowi. Benny menyatakan tidak mungkin Jokowi tidak mengetahui upaya PK yang dilakukan oleh Moeldoko.
Meski demikian, Benny menyatakan Demokrat kubu AHY sampai saat ini masih percaya MARI. Sebagai institusi hukum paling tinggi yang mengetahui betul peran serta kedudukan mereka dalam menegakkan keadilan di Indonesia. Sehingga MARI diyakini akan menolak PK yang diajukan Moeldoko.
Aksi Jumat Berdarah Demokrat
Akrobat politik Partai Demokrat kubu AHY berlanjut pada hari ini, Jumat (16/6/2023). Ratusan kader Partai Demokrat menggelar aksi solidaritas cap jempol darah sebagai bentuk perlawanan terhadap PK kubu Moeldoko di MARI.
Aksi "Jumat Berdarah" Demokrat secara resmi diluncurkan di Kantor Pusat Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Aksi tersebut dihadiri oleh kader Demokrat hingga tingkat daerah, serta para relawan.
Ratusan kader antri untuk membubuhkan cap jempol darah dan tanda tangan di kain putih sepanjang belasan meter. Aksi tersebut akan terus digelar hingga MA menjatuhkan putusan atas PK Moeldoko terkait kepemimpinan Partai Demokrat.
Baca Juga: Jalin Kemitraan Strategis, Indosat dan Oppo Percepat Pertumbuhan Bisnis Seluler di Indonesia
Aksi tersebut akan berlangsung secara bergelombang, bergantian dari berbagai elemen masyarakat dan daerah.
Pekan lalu, Hinca juga terlibat dalam konferensi pers delapan fraksi yang mengancam MKRI di kompleks parlemen.
Sementara itu, kemarin MKRI akhirnya membacakan putusan sesuai dengan harapan mereka. Sehingga tuduhan kepada MKRI yang didasari rumor tidak terbukti.
Namun pembuat rumor, dan pengguna rumor untuk mengancam sama sekali tidak merasa bersalah. MKRI akhirnya memutuskan akan melaporkan pembuat rumor ke organisasi advokat tempatnya bernaung.
Sebagai lembaga negara yang memegang dan menjalankan kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia, MARI sejatinya bebas dari semua pengaruh, tekanan dari pihak luar persidangan.
Semua pihak yang terkait dengan perkara di MARI seharusnya menggunakan cara-cara yang diatur oleh hukum dan ketentuan yang berlaku.
Tuduhan Kepada Jokowi Dinilai Salah Alamat
Terkait hal tersebut, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) selaku rekan juang politik Jokowi sejak 2014 menyampaikan pandangannya.
Melalui Presidium Kornas Sutrisno Pangaribuan, ia menyampaikan beberapa pandangan sikap melalui siaran pers yang diterima redaksi media ini.
Baca Juga: Fatwa Haram Politik Uang
Pertama, bahwa permohonan PK Moeldoko yang didaftarkan pada Senin (15/5/2023) dan teregister dengan nomor perkara: 128 PK/TUN/2023 adalah gugatan terhadap Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly terkait kepengurusan DPP Partai Demokrat.
Sikap Pemerintah Jokowi melalui Menkumham Ri, jelas melalui penolakan permohonan SK kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko.
Kedua, bahwa tuduhan Partai Demokrat kepada Jokowi cawe- cawe atas sengketa kubu AHY kontra Moeldoko sebagai aksi "cari perhatian".
Kubu AHY justru ingin Jokowi "campur tangan" agar Moeldoko berhenti melakukan upaya hukum. Partai Demokrat kubu AHY kuatir akan kehilangan pengaruh dan kekuasaan jika Moeldoko menang dalam tahapan PK di MARI.
Ketiga, bahwa Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak dapat melakukan intervensi terhadap hak politik Moeldoko dan seluruh anggota dan pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko.
Jika terjadi konflik dalam Parpol, maka satu-satunya langkah yang diatur UU adalah proses hukum, bukan intervensi presiden.
Keempat , bahwa negara Indonesia menganut dan menjalankan trias politika, yakni pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Maka Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat melakukan intervensi terhadap kekuasaan yudikatif, yakni MARI.
Kelima, bahwa Konstitusi menjamin kebebasan dan kemerdekaan lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman.
Maka segala bentuk tekanan, intervensi berupa aksi massa, aksi turun ke jalan, aksi cap jempol darah tidak dapat memengaruhi proses dan hasil persidangan di seluruh tingkatan MARI.
Selain itu, Kornas juga mengajak seluruh elemen dan komponen bangsa untuk menjadikan hukum sebagai panglima.
Tujuannya agar Indonesia sebagai negara hukum semakin baik. "Kita harus percaya bahwa MARI akan bertindak secara objektif sesuai fakta hukum," tutup Presidium Kornas itu. (Red)