-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kejatisu Hentikan Penuntutan Perkara Dengan RJ Disaksikan Mahasiswa USU

    Redaksi
    02 Juli 2023, 09:00 WIB Last Updated 2023-07-02T02:00:00Z
    Banner IDwebhost

    Kejatisu Hentikan Penuntutan Perkara Dengan RJ Disaksikan Mahasiswa USU

    Medan, INDOSATU.ID - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali melakukan penghentian penuntutan terhadap 4 (empat) perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.

    Pada sebelumnya telah dilakukan ekspose secara daring kepada JAM Pidum Kejaksaan Agung Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya, Senin (26/6/2023) dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.

    Ekspose perkara itu disampaikan Kajati Sumut Idianto, SH,MH., didampingi Wakajati Sumut Drs. Joko Purwanto, SH., Aspidum Luhur Istighfar, SH,M.Hum., Kabag TU, Koordinator, dan para Kasi.


    Pada kesempatan itu, kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Simalungun dan Kajari Toba Samosir dan JPU dari perkara yang diekspose.

    Penjelasan Kajati Sumut Idianto, SH,MH., melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH., ada yang berbeda dalam kegiatan ekspose perkara kali ini.

    Dimana, kata dia, ada 7 (tujuh) orang mahasiswa magang Prodi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang turut ikut menyaksikan ekspose perkara tindak pidana yang penuntutan perkaranya dihentikan dengan pendekatan Restorative Justice. 

    "Perkara yang diekspose dan disetujui untuk dihentikan berasal dari Kejaksaan Negeri Simalungun ada tiga perkara, yaitu atass nama tersangka Riski Maulana melanggar Pasal 374 KUHP Subsidiair Pasal 372 KUHP," ujarnya.


    "Tersangka atas nama Janelson Purba Als Degal melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHP atau kedua Pasal 311 KUHP dan atas nama tersangka  Juliana Br Sipayung melanggar Pasal : 351 ayat (1) KUHP. Perkara lainnya adalah dari Kejaksaan Negeri Tobasa atas nama tersangka Nelson Charles Pakpahan melanggar Pasal  351 Ayat (2) KUHP," jelas Yos.

    Lebih lanjut Yos menyampaikan, empat perkara ini disetujui untuk dihentikan perkaranya dengan pendekatan keadilan restoratif dan berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020.

    Adapun hal meringankan, lanjutnya, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah.


    Ia pun diancam dengan tuntutan hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dalam hal ini pihak perkebunan, dan direspons positif oleh keluarga.

    "Antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai, kemudian tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya.


    Menurut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini, dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif, artinya di antar tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.

    Sementara mahasiswa yang magang dari Prodi Ilmu Hukum USU yang ikut menyaksikan proses ekspose menyampaikan, bahwa selama mengikuti upaya Restoratif Justice yang di selenggarakan Kejati Sumut, banyak wawasan yang kami dapat seperti proses ekspose lewat zoom meeting (online) bertujuan untuk mengefektifkan penyelesaian perkara.
     
    "Kami juga sangat berterimakasih kepada pihak Kejatisu, karena memberikan kesempatan kepada kami selaku mahasiswa-mahasiswi untuk mendapatkan pengalaman mengikuti upaya atau pendekatan Restorative Justice yang tentunya belum tentu kami dapatkan di perguruan tinggi," ucapnya.


    "Wawasan kami tentang Restorative Justice bertambah, diantaranya kami mengetahui kalau Restorative Justice harus melibatkan dan disepakati oleh semua pihak yang berperkara," jelasnya.

    "Restorative Justice diupayakan hanya untuk kasus dengan ancaman pidana di bawah 5 tahun,  kemudian tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana," tutup M Rizky Safria. (Red)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini