-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Sengketa di Desa Mekarsari Kabupaten Sukabumi, Ini Penjelasannya

    Kabiro Sukabumi
    12 Juli 2023, 18:18 WIB Last Updated 2023-07-14T06:12:16Z
    Banner IDwebhost

     

    Kades Mekarsari Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi Resmi Ajukan Banding, Ini Penjelasanya


    Bandung, INDOSATU.ID - Kepala Desa (Kades) Mekarsari Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat sebagai Penggugat menyatakan banding atas putusan perkara Nomor 35/G/2023/PTUN.BDG atas putusn Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Selasa (11/07/2021).


    Akta pengajuan banding resmi disampaikan Dasep Rahman Hakim, SH., MH., selaku Kuasa Hukum Kades Mekarsari melalui ecort pada Rabu (12/7/2023).


    Sebelumnya, Majelis Hakim PTUN Bandung dalam putusannya mengabulkan Eksepsi kompetensi Absolut Tergugat Intervensi.


    "Putusan yang ditetapkan Majelis Hakim telah mencederai rasa keadilan karena telah mengabaikan aturan perundang-undangan, bukti-bukti, keterangan saksi/ahli serta fakta-fakta yang terungkap dipersidangan,” jelas Dasep Rahman Hakim, Managing partner Law Office DRH & partners dalam keterangan persnya.


    Dasep menambahkan, "Yang kita gugat di PTUN Bandung itu bukan hak kepemilikan tetapi Surat Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berupa penerbitan SHGB yang cacat formil, karena dasarnya penerbitan SHGB tersebut surat-surat yang dipalsukan sesuai dengan putusan pidana yang telah incraht nomor : 218/Pid.B/2019/PN Cbdk. Dasar gugatan kita berupa surat petunjuk pembatalan SHGB yang cacat formil yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN Dirjen penanganan masalah agraria, surat petunjuk pembatalan yang dikeluarkan Kanwil ATR/BPN Jawa Barat dan Surat Petunjuk pembatalan yang dikeluarkan kepala Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Sukabumi sebagai tergugat," jelasnya.


    "Oleh karenanya, gugatan yang kita lakukan di PTUN Bandung terkait surat Keputusan Tata Usaha yang diterbitkan kantor ATR/BPN Kabupaten Sukabum, maka demi keadilan PTUN Bandung berkewajiban memeriksa dan mengadili perkara tersebut," ungkapnya.


    Sementara itu, Majelis Hakim PTUN Bandung yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut berpendapat bahwa pengadilan Tata Usaha Negara Bandung (PTUN) tidak berhak mengadili perkara tersebut (kompetensi Absolut).


    Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa itu adalah kewenangan Pengadilan Negeri Cibadak.


    Ketentuannya, bahwa ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan, "Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara".


    "Bahwa ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan, "Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara ditingkat pertama".


    Bahwa Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan, "Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidanga tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".


    Menimbang, bahwa dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan penjelasan di atas, Penggugat telah berkeyakinan bahwa suatu sengketa dapat dikategorikan sebagai sengketa yang menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila sengketa tersebut memenuhi tiga kriteria sengketa tata usaha negara sebagai berikut:


    1. Objek sengketanya adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN);


    2. Subjek sengketanya adalah Orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;


    3. Sengketanya timbul dibidang tata usaha negara yaitu menilai perbedaan pendapat mengenai penerapan hukum dalam penerbitan objek sengketa;


    Bahwa mempedomani ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang isinya sebagai berikut:


    Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.;


    "Di dalam gugatan, replik, keterangan saksi, ahli sudah jelas dan terang yang kita gugat itu adalah surat KTUN yang harus dibatalkan dan dicabut bukan terkait hak kepemilikan," jelasnya.


    Pemerintah Desa Mekarsari bersama warga benar-benar merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Mereka mempertanyakan keadilan hukum yang jelas-jelas dasar penerbitan SHGB tersebut surat palsu tetapi faktanya PTUN Bandung tidak berani membatalkan.


    Bahwa dalam hal penerbitan suatu bukti kepemilikan didasari oleh suatu pidana (pemalsuan), maka harus dibatalkan, bahwa cacat adminitrasi adalah cacat yang berkaitan dengan proses penerbitan data yuridis yang tidak dipenuhi atau dapat juga mengandung pidana didalamnya, dan apabila sudah terlanjur diterbitkan maka harus dibatalkan.


    Bahwa sebagaimana pasal 64 PP 18 tahun 2021 ayat (1) dan ayat (2) sudah jelas dan terang aturan pembatalan hak atas tanah karena cacat administrasi, oleh karena gugatan aquo terkait pembatalan.


    Mereka menilai, surat hak atas tanah karena cacat administrasi yang diterbitkan Tergugat sudah jelas dan nyata bahwa berdasarkan putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) Nomor: 218 / Pid.B / 2019 / PN Cbd, bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak yaitu timbulnya Hak Guna Bangunan (HGB) dari PT Kemilau Rejeki selaku tergugat intervensi.


    Maka dengan demikian, lanjutnya, jelas dan nyata bahwa KTUN /Tergugat di dalam menerbitkan SHGB-SHGB aquo terdapat kesalahan administrasi telah terbukti terdapat cacat materil terhadap sertifikat-setifikat HGB aquo pada dasarnya telah gugur demi hukum.


    Katanya lagi, Tergugat Intervensi untuk mempertahankan dalil-dalil bantahannya bersandar sebagai pembeli beriktikad baik padahal pembeli akan dianggap beritikad baik ketika membeli objek sengketa (yang telah bersertifikat) di hadapan PPAT Putusan MA No. 2318 K/Pdt/2009; No. 2416 K/Pdt/2009; No 176 K/Pdt/2011), Bahwa dalam kenyataannya berdasarkan putusan pidana Pengadilan Negeri Cibadak yang telah inkracht Nomor : 218 / Pid.B / 2019 / PN Cbd. Tanggal 2 Oktober 2019 Tergugat Intervensi mendapatkan hak atas tanah SHGB-SHGB aquo dengan dasar surat-surat palsu dan belum bersertifikat.


    Ketika jual beli tanah dapat dibuktikan secara sah melalui bukti-bukti otentik mengenai kepemilikan tanah sebelumnya (Putusan MA No 765 PK/Pdt/2009; No 710 PK/Pdt/2011; No 561 K/Pdt/2012; No 1090 K/Pdt/2013), bahwa dalam kenyataannya kepemilikan garapan atas SHGB-SHGB aquo berdasarkan putusan pidana Pengadilan Negeri Cibadak yang telah inkracht Nomor : 218 / Pid.B / 2019 / PN Cbd. Tanggal 2 Oktober 2019 telah nyata dipalsukan.


    Bahwa Tergugat Intervensi mendalilkan dalam peroses pembebasan tanah SHGB aquo Pemdes Desa Mekarsari adalah pembeli dengan beritikad baik dan harus dilindungi.


    Bahwa dalil pembeli yang beritikad baik yang Tergugat Intervensi dalilkan adalah penilaian pribadi Tergugat Intervensi, sedang dalam kenyataannya bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya karena pembebasan SPH – SPH aquo sebagai dasar terbitnya SHGB-SHGB aquo berdasarkan SPH palsu berdasarkan putusan Nomor: 218/Pid.B/2019/PN.Cbd yang sudah inkracht,e jelas perbuatan Tergugat Intervensi bertentangan dengan pasal 1365 KUHPerdata dimana Tergugat Intervensi telah jelas melanggar Undang-Undang, pembeli beriktikad baik dasar peralihan haknya harus jual beli, bukan pelepasan hak garapan.


    Pembeli dapat dianggap beritikad baik jika ia telah memeriksa secara seksama fakta material (data fisik) dan keabsahan peralihan hak (data yuridis) atas tanah yang dibelinya, sebelum dan pada saat proses peralihan hak atas tanah.


    Jika Pembeli mengetahui atau dapat dianggap sepatutnya telah mengetahui cacat cela dalam proses peralihan hak atas tanah (misalnya ketidak wenangan penjual), namun ia tetap meneruskan jual beli, pembeli tidak dapat dianggap beritikad baik, jelas dan nyata objek sengketa aquo merupakan cacat cela didasari pemalsuan SPH-SPH.


    Masyarakat Desa Mekarsari yang diwakili Ketua BPD akan berkirim surat kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo, tembusan Bapak Menteri ATR/BPN Bapak Hadi Tjahjanto.


    Semoga keadilan bisa ditegakkan dengan seadil-adilnya tidak pandang bulu berpihak terhadap kepentingan masyarakat Desa Mekarsari.


    (Kuasa Hukum Pemdes Mekar Sari)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini