-->
  • Jelajahi

    Copyright © Media Indosatu - Menuju Indonesia Maju
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Organisasi Kampus di Ujung Tanduk

    Redaksi
    31 Juli 2023, 14:30 WIB Last Updated 2023-07-31T07:30:00Z
    Banner IDwebhost

    Foto: Alamsyah Gautama (dok pribadi)

    Penulis: Alamsyah Gautama
    Malang, 23 Juli 2023

    Kasat kusut cara mahasiswa memandang organisasi kampus saat ini berada pada situasi yang memprihatinkan, padahal organisasi merupakan instrument penting selain proses belajar mengajar di universitas.

    Banyak hal-hal yang tidak didapatkan di kelas dan hanya ditemukan di organisasi, akan tetapi semakin hari minat dan keinginan mahasiswa mengikuti organisasi semakin menurun.

    Mengutip dari Prof Jabal Tarik Ibrahim, seorang Dosen di Universitas Muhammadiyah Malang, bahwa jika ingin meningkatkan rasa percaya diri maka masuk organisasi. Di dalamnya sikap optimisme dan komitmen dibentuk, begitu pula kesiapan kerja setelah lulus nanti.

    Menelusuri lebih dalam sebab menurunnya peminat organisasi kampus ternyata terdapat beberapa faktor, seperti padatnya jadwal kegiatan kuliah dan praktikum, image organisasi di media sosial yang kurang baik, sifat pragmatisme mahasiswa yang hanya bertumpu pada nilai semata, larangan orang tua, minimnya dorongan dari dosen-dosen di kampus, dan kurangnya branding/sosialisasi organisasi di kampus maupun tidak ada prospek menggugah yang ditawarkan dalam organisasi (ketinggalan jaman).

    Baca Juga: Sawah Kakung Magelang: Perpaduan Keindahan Alam dan Agrowisata Penopang Kemandirian Pangan

    Jika mundur sedikit melihat para reformis dan para pemrakarsa besar di Indonesia, sebagian besarnya mereka lahir dari rahim organisasi, bahkan para politisi ulung, ekonom besar, guru progresif dan lainnya, latar belakangnya kebanyakan memiliki rekam jejak berorganisasi ketika di bangku kuliah.

    Lantas saat ini mahasiswa dihadapkan oleh fenomena yang tidak biasa, organisasi semakin ditinggalkan dan ketinggalan. Ketika diskusi dengan beberapa fungsionaris maupun anggota organisasi di dalam kampus, semakin banyak persoalan yang dijabarkan terkait menurunnya minat ikut organisasi di berbagai kampus, seperti lahirnya program MBKM, eksistensi organisasi dalam kampus kian redup sebab take and give yang didapatkan lebih minim.

    MBKM dikira lebih menguntungkan karena disuplai dengan pendanaan dan terkesan banyak, berbeda dengan organisasi lainnya, meminta pendanaan program kerja saja sulit dan turunnya lama, kira-kira begitu.

    Oleh karenanya, eksistensi beberapa organisasi kampus dikalahkan dengan program-program pemerintah yang saat ini lebih menguntungkan, terlampau banyak program yang ditawarkan dengan ganjaran yang banyak pula tentu sangat diminati mahasiswa.

    Baca Juga: Wakil Ketua Naposo Naimarata Medan, Daniel : "Jangan Rusak Ekosistem di Danau Toba"

    Selain pendanaan mudah dan besar, bahkan mata kuliah bagi yang mengikuti bisa di konversikan jika lolos. Melirik hasil survey LPM Solidaritas tentang peminat organisasi dan MBKM kian terlampau jauh, minat organisasi 20,5 persen, sedangkan minat MBKM 79,5 persen.

    Hal ini karena tawaran yang lebih menggiurkan seperti penjelasan di atas.
    Organisasi sejatinya membutuhkan regenerasi demi sustainablitynya berada dalam kekhawatiran, karena sumber daya manusia merupakan persoalan fundamental jika berbicara tentang organisasi.

    Selain MBKM, ada juga problem terkait berkurangnya minat mahasiswa, yaitu politisasi rekruitmen sampai intervensi eksternal dalam berjalannya kegiatan organisasi di dalam kampus. Hal itu disampaikan oleh beberapa narasumber/teman diskusi dari beberapa kampus.

    Maka tidak heran kalau operasional organisasi didalam kampus menjadi barang yang ditakuti oleh mahasiswa awam, sejatinya ada Ketua di atas Ketua dan ada MPO di atas MPO (majelis pengawas organisasi).

    Baca Juga: GMKI Meminta Gubsu Cabut Izin Operasional Perusahaan Perusak Danau Toba

    Persoalan organisasi saat ini semakin kompleks diterpa berbagai problematika tertentu, namun untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dan regenerasi organisasi di kampus perlu langkah-langkah strategis. Fakta saat ini tidak boleh dibiarkan berlarut dengan alasan tanpa solusi, maka sudah saatnya para fungsionaris organisasi merekonstruksi kembali konsep untuk menarik minat mahasiswa yang disebut-sebut gen Z dewasa ini.

    Sedikit banyaknya langkah-langkah yang perlu di tawarkan adalah melakukan pembaharuan organisasi yang sejalan dengan situasi dan kondisi mahasiswa saat ini. Memutus rantai feodalisme maupun senioritas dalam organisasi, membangun sinergitas antar lembaga dan otoritas untuk mengembalikan citra organisasi dalam kampus dengan memberikan reward bagi yang mengikuti baik berupa sertifikat maupun legal standing yang dapat dikonversikan ke mata kuliah.

    Selain itu juga dapat dilakukan meningkatkan nilai tawar dan menjamin kebutuhan yang didapatkan oleh fungsionaris maupun anggota organisasi.

    Mengutip dari Eno Bening, seorang sosial media strategis, bahwa ada 3 hal yang dilirik sebelum masuk dalam organisasi, yaitu pengembangan skil dan softskill yang ditawarkan, relasi yang didapat, dan prestasi dari organisasi yang akan diikuti, maka perubahan itu tidak hanya tentang konsep menarik minat mahasiswa ikut organisasi, akan tetapi fungsionaris juga perlu membangun prestasi dan nilai tawar dalam organisasi yang ada.

    Baca Juga: Tembak Mati Para Begal

    Di jaman serba digital, semakin mudah akses untuk menilai suatu organisasi. Sejatinya para fungsionaris harus lebih progresif untuk melahirkan aksi nyata organisasi dan rekam jejak prestasi-prestasi positif pencapaiannya.

    Mochtar Lubis, seorang sastrawan dalam bukunya yang berjudul 'Manusia Indonesia' menyebutkan salah satu ciri orang Indonesia itu, yakni enggan mengemban tanggung jawab. Maka dengan adanya instrumen perubahan melalui organisasi, upaya mahasiswa saat ini adalah memutus akar apatisme yang semakin meraja lela di kampus-kampus.

    Dapat dikatakan, kalau pergerakan organisasi staknan tetapi tidak bisa dikatakan mati!. Dilansir dari laman http://publikasiilmiah.ums.ac.id, sesungguhnya banyak yang didapatkan oleh mahasiswa ketika mengikuti organisasi kampus.

    1. Melatih leadership, 2. Membangun jiwa sosial dan solidaritas, 3. Mampu menyelesaikan problem solving dan manajemen konflik, 4. Memperluas relasi, 5. Mendapat pengalaman berharga dan sebagainya.

    Baca Juga: Pekerja Profesi Berbasis Internet Butuh Perhatian dan Pembinaan Dari Pemerintah

    Secara teoritis mungkin bisa didapatkan dalam ruang kelas, namun prakteknya hanya ada di dalam organisasi. Prinsip Agen of Change harus di aktifkan, fungsi harus ditopang dan indahkan sehingga layak disebut sebagai mahasiswa.

    Nilai kepemimpinan, manajemen , dan organisasi secara teoritis harus lebih dimatangkan guna mendorong wawasan para organisatoris di kampus. Aktualisasinya harus direvitalisasi kembali, para fungsionaris organisasi sudah seharusnya hijrah dan kemungkinan akan sering hijrah dalam hal merubah sistem dan tatanan pengelolaan organisasi karena perubahan di jalan digitalisasi ini tidak bisa dipastikan.

    Pembacaan dan kajian untuk arah baru dalam upaya membaca pergolakan mahasiswa secara berkala harus konsisten, karena ia lebih cepat daripada pertumbuhan rambut seorang bayi.

    Baca Juga: Perpu Pemilu Untuk Menertibkan Peserta Pemilu

    Cara berpikir mahasiswa terpapar pengaruh media sosial yang cendrung memberi dampak negatif ketimbang positifnya.

    Hanya satu kata untuk para fungsionaris di setiap insitusi organisasi yaitu, ‘BERBENAH’ kata yang paling seksi dan mahal di situasi dan kondisi yang komplek dewasa ini, hanya organisasi jalan menuju perubahan dan membentuk karakter mahasiswa yang progresif dan adaptif selebihnya hanya bonus maupun keuntungan tak terduga.

    [Penulis adalah Ketua Umum HMI Komisariat Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Pendiri Aksata Indonesia, fungsionaris GYN Indonesia]
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close
    Banner iklan disini