Penulis: Shela Ramadhani, S.Pt
Labura, September 2023
Berpuluh-puluh tahun menderita seakan mau menunggu se-abad, barulah kemungkinan warga pedalaman Gunting Saga akan mendapatkan akses jalan yang bagus. Padahal, viralnnya jalan rusak di Gunting Saga - Teluk Binjai tidaklah tanggung.
Sekelas Presiden negara sampai turun ke lapangan langsung, mengingat dramatisnya foto dan video yang beredar di media sosial. Walaupun setelah sampai di lokasi medan yang rusak parah malah tidak dimasuki karena Presiden diduga tidak sanggup lagi dengan ketidaknyamanan jalan rusak itu.
Jika bertanya kepada pemerintah daerah, jawaban akan selalu berulang sehingga dapat ditebak, yaitu APBD tidak memadai. Namun, menjadi miris ketika pemerintah setempat dapat mengadakan konser besar dalam rangka peringatan HUT kabupaten tersebut.
Walaupun Bupati setempat mengaku biaya perayaan tersebut adalah hasil urunan dari kalangan ASN dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang juga mengundang pertanyaan apakah benar hal tersebut sukarela atau mengatasnamakan kuasa.
Terlepas dari kecurigaan tersebut, jika sekiranya benar urunan, mengapa Bupati setempat tidak menggerakkan para ASN dan OPD juga untuk beramai-ramai bersukarela membangun tanah tumpah mereka sendiri seperti mereka urunan konser?. Tidakkah lebih mulia menggerakkan aparaturnya urunan memperbaiki jalan daripada konser?.
Karena pengakuan APBD yang terbatas, maka perbaikan jalan akhirnya diambil alih oleh pemerintahan pusat secara langsung. Maknanya anggaran perbaikan jalan diserahkan kepada pemerintah pusat.
Terlebih karena Presiden mengatakan bahwa jalan di pedalaman Gunting Saga tersebut adalah jalan produksi. Presiden, untuk jalan rusak di Sumatera Utara (Sumut), saat meninjau menjanjikan dana Rp800 miliar, dan pembangunan akan dimulai pada Juli 2023 paling lama dengan prioritas jalan produksi (dikutip dari finance.detik.com, pada tertanggal 17/05/2023).
Warga yang terdampak jalan rusak terus menanti perbaikan jalan mereka. Namun, kalimat perbaikan tersebut seperti sudah pergi bersama dengan perginya presiden negara. Jalan tetap sama, nasib rakyat tetap sama, tak ada yang berubah selain lumpur tanah merah yang diangkut ke jalan terkena hujan menjadi lautan lumpur seperti medan perang.
Alih-alih memperlancar, rantai produksi pertanian berupa kelapa sawit yang dibawa oleh truk-truk pengangkut menjadi lumpuh total. Ekonomi rakyat makin hancur karena harga tandan buah segar kelapa sawit menjadi turun.
Permasalahan jalan pedalaman Gunting Saga bukanlah masalah yang sederhana dan dapat diabaikan. Jalan tersebut adalah kebutuhan primer dan menyangkut kehidupan masyarakat setempat. Mulai dari ekonomi, sosial bahkan pendidikan bergantung pada jalan tersebut.
Banyak anak-anak sekolah yang tidak dapat berangkat ketika hujan sudah turun. Pendidikan mereka menjadi terganggu, para guru juga terganggu. Demikian juga masyarakat ketika sakit parah dan ingin mengakses rumah sakit yang ada di kota harus melalui jalan tersebut. Jika hujan turun dan jalan berlumpur, maka orang sakit hanya bisa menahan sakitnya sedangkan yang lain hanya bisa menyaksikan dan menangis.
Pembuatan jalan pedalaman Gunting Saga harus disegerakan dan dilaksanakan dengan serius. Sekalipun pemerintah setempat tidak terdampak langsung oleh jalan dan tidak merasakan penderitaan di medan lumpur, tetaplah jalan tersebut adalah kewajiban bagi penguasa untuk mengatasinya. Seharusnya penguasa tidak sanggup berpesta pora jika masih ada rakyatnya yang masih menderita.
Sejarah untuk kita ingat kembali terkait seorang pemimpin umat islam dahulu yakni Umar Bin Khattab. Diriwayatkan Umar Bin Khattab pada masa krisis ekonomi dan paceklik melanda warganya, Umar bin Khattab setiap malam berpatroli memeriksa warganya apakah ada yang tidak makan.
Suatu malam, ia mendapati seorang ibu merebus batu untuk menidurkan anaknya karena tidak ada gandum yang bisa di masak. Khalifah Umar langsung mengambil gandum dan beberapa potong daging dari gudang logistik dan memikulnya langsung sampai ke rumah ibu tersebut.
Bahkan Khalifah Umar memasakkan gandum dan menyulangi anak-anaknya dengan tangannya sendiri, hingga mereka kenyang dan dapat tidur lelap.
Di saat rakyat masih menderita akibat jalan rusak, penguasa diharapkan bersama dengan rakyat menciptakan solusi. Penderitaan warga pedalaman Gunting Saga harus diakhiri. Sesungguhnya penguasa memiliki tanggung jawab terhadap rakyat dan kelak akan bertanggung jawab di hadapan pencipta.
[Penulis adalah warga Labuhanbatu Utara (Labura), Alumni Universitas Gajah Mada (UGM), Anggota Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama)]