Massa aksi yang terdiri dari para Kades yang tergabung dalam APDESI meminta DPR RI memperpanjang masa jabatan Kades menjadi 8 tahun dari yang sebelumnya 6 tahun | Foto: ist |
Sumut, indosatu.id - Jabatan Kepala Desa (Kades) dikabarkan akan diperpanjang menjadi 8 (delapan) tahun. Rencana ini pun menuai tanggapan dari berbagai pihak, baik dari para akademisi maupun masyarakat desa.
Djohermansyah Djohan yang juga mantan Dirjen Otonomi Daerah mengatakan bahwa perpanjangan masa jabatan Kades tidak serta merta berdampak positif bagi desa yang dipimpinnya.
Ia menjelaskan, selama 6 tahun aja belum tentu sesuai dengan harapan masyarakat, perpanjangan masa jabatan Kades, menurutnya bukan solusi yang tepat.
"Saat ini (6 tahun) kita tahu banyak Kades yang korupsi Dana Desa (DD). Kita mendengar DD akan ditingkatkan menjadi Rp2 miliar tanpa perbaikan signifikan keuangan desa," ujarnya saat dimintai tanggapan oleh presenter KompasTV, dilansir Jum'at (9/2/2024).
"Kita juga tahu ya, sekretaris desa, kepala seksi desa adalah tim suksesnya Kades," tambahnya.
Sebelumnya, Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, pada Selasa (6/2/2024).
Mereka meminta DPR merevisi UU Desa terkait masa jabatan Kades yang hanya 6 tahun. Mereka menilai waktu tersebut tidak cukup untuk membangun sebuah desa.
Usulan APDESI pun ibarat gayung bersambut. Permintaan 8 tahun jabatan Kades ditampung dan disetujui DPR RI untuk selanjutnya akan merevisi UU Desa.
Sementara itu, masyarakat desa yang dimintai tanggapan terkait masa jabatan Kades 8 tahun, menuai pro dan kontra.
Beberapa masyarakat merasa setuju jika memang harus 8 tahun untuk jabatan Kades, asal memang betul-betul membangun desa.
Namun cukup banyak warga desa yang tidak setuju terhadap wacana tersebut. Mereka yang tidak setuju menilai bahwa 6 tahun juga cukup karena 2 periode, yang artinya 12 tahun.
"Jika memang bagus, warga akan tetap memilih Kades untuk 2 periode, jadi jangan berpatokan 6 tahun dan harus 8 tahun. Seyogianya bisa 12 tahun jika terpilih kembali, artinya warga merasa Kades tersebut memimpin dengan baik," ujar salah satu warga Deli Serdang saat dimintai keterangan, Kamis (8/2/2024).
Dari beberapa tanggapan masyarakat desa, mereka yang tidak setuju lebih banyak daripada yang setuju.
"Saya setuju aja, toh juga sama saja. Mau siapa pun Kadesnya saya tetap harus kerja cari makan," kata Sopian saat duduk di toko miliknya.
Sementara itu, Hengki, salah satu mahasiswa Fisipol (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) di universitas swasta di Medan, mengatakan dengan tegas bahwa dirinya tidak setuju.
Baca Juga: Transaksi Politik Busuk Revisi UU Desa
"Sangat-sangat tidak setuju. Jika bicara terlalu singkat, lalu bagaimana dengan jabatan Presiden yang hanya 5 tahun, apakah nanti juga diperpanjang jadi 8 tahun?," ujarnya.
Ia pun meminta para Kades yang tergabung di APDESI untuk bekerja secara benar-benar di desanya masing-masing. Apalagi katanya, cukup banyak Kades yang tersangkut kasus hukum Dana Desa.
"Dana Desa yang Rp 1 miliar saja terkadang tidak bisa dikelola dengan baik. Saya juga pernah dengar LPJ Dana Desa dikerjakan oleh orang yang bukan di kantor desa tersebut. Ibaratnya, saya kuliah tapi skripsi saya dikerjakan orang lain, ini kan bukan hal yang benar," jelas Hengki, saat dimintai tanggapan di salah satu warkop di Padang Bulan, Medan, Kamis (8/2/2024).
Penulis Berita: Naor
Editor: Naor